Misalkan saja sebagaimana yang diungkapkan oleh Sudarmaji pensiunan guru angkatan 1956 ini, ia harus naik sepedah jauh saat berangkat dan pulang kerja. Padahal jarak tempuh pulang pergi sejauh 20 kilometer. Dalam urusan gaji beliau ini mendapatkan gaji sebesar 312 rupiah yang tidak akan cukup untuk membeli selingkaran ban sepedah luar bila sewaktu-waktu sepedahnya rusak.
Dengan seukuran gaji sebesar 312 rupiah yang pada waktu itu hanya cukup untuk makan selama tiga hari. Meskipun demikian beliau ini tidak mengeluh karena merasa sudah cukup bangga atas penghormatan tinggi dari masyarakat, yang dinilai berjasa mencerdaskan kehidupan bangsa, hal inilah dirasa sebagai pengganti gaji
Dengan potret keadaan seperti itu berbanding balik dengan kualitas hasilnya . sebagaimana catatan sejarah kualitas guru tempo dulu dinilai sangat berkualitan dalam menciptakan sumber daya manusia (SDA) baik untuk kepentingan pendidik sendiri, pekerja Swasta maupun abdi pemerintahan. Dan yang membanggakan waktu itu adalah negara
Coba kita bandingkan keadaan guru pada saat ini, meskipun zaman telah berubah tetapi sungguh adilkah yang terjadi pada nasib guru saat ini dan tempo dulu.
Saat ini sebagaimana tertuang dalam UU Guri dan Dosen, penghasian guru harus berada di atas kebutuhan hidup minimu , meliputi gaji pokok dan berbagai tunjangan, seperti tunjangan profesi, fungsional, khusus,dan masalahat tambahan, misalkan untuk tahun anggaran 2009 gaji guru PNS golongan IIB yang belum mengantongi sertifikat pendidik dinaikkan dari Rp Rp 1.000.552.000 menjadi Rp 2.000.009.000, sedangkan pendapatan guru golongan IVE mencapai Rp.6.963.000. Dengan keadaan seperti itu sekarang guru bila kemana-mana berada dibelakang lingkar kemudi, setidaknya mereka naik motor keluaran tahun terbaru meskipun dibeli dengan keredit. Pada intinya pemerintahan memberikan perhatian ekstra pada guru supaya kesejahteraannya benar-benar terjamin.
Kemudian bagaimana kualitas guru dengan fasilitas seperti itu? Dalam hal ini kurang bijak apabila berspekulasi, tetapi perlu diingat Berdasarkan catatan Human Developmen Index (HDI), fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar. Dari data setatistik HDI tercatat 60% guru SD, 40% SLTP, SMA 43%, SMK 34% dianggap belum layak untuk mengajar dijenjang masing-masing. Selain itu, 17,2% guru atau setara dengan 69.477guru mengajar bukan bidang studinya.
Sedangkan kualitas hasil didikan atau SDA (sumber daya manusia ) saat ini di Indonesia sangat memprihatinkan, bagaimana tidak beberapa waktu lalu United Nations for development Program (UNDP) mengeluarkan laporan terbaru mengenai indeks pembangunan manusia (IPM) yang mencakup 175 negara. Laporan itu menyebutkan IPM Indonesia merosot dari angka 0,684 menjadi 0,682. ini memyebabkan peringkat kita turun dari posisi 110 menjadi 112 dari 175 negara yang disurvei. Dan bila disbanding negara-negara ASEAN, posisi Indonesia berada dibawah Singapura, Brunai Darusalam, Malaysia, Thailand Filipina dan Vietnam, dan hanya lebih baik dari Myanmar, Kamboja dan laos.
Dari data-data itu mari kita berfikir ulang masih layakkan guru saat ini disebut pahlawan tanpa tanda jasa? . mungkin ada dalam benak kita guru tetap pahlawan bangsa, bila mampu mengangkat kualitas manusia-manusia
* oleh arief sugianto. tulisan ini dimuat pada harian Surya 01/10/09