Sekolah kehidupan yang membebaskan
Pagi hari yang indah nan cerah, segerombol anak berwajah ceria dengan baju muslim warna-warni tampak memasuki pelataran sebuah sekolah yang terletak di jalan Raya Apel 61 Sumbersekar Dau Malang ini, tampak kedatangan mereka disambut oleh para guru dengan ucapan salam yang ramah . terlihat jelas bahwa anak-anak itu begitu dekat dan akrab dengan guru mereka.
Para siswa sambil menunggu masuk terlihat asyik bercanda dan bermain dengan sebayannya. Ada yang bermain kejar-kejaran; ada yang bermain dirumah panggung; ada yang bermain prosotan, ayunan dan panjat besi; ada juga yang mencoba menaiki pohon; atau sekedar jalan-jalan di sekitar selokan yang dijadikan kolam ikan.
Bel berbunyi tepat pukul 07:00 WIB. Para guru pun mengajak para siswa untuk berkumpul di lapangan dekat Gazebo untuk memulai aktifitas selanjutnya. Begitulah sekelumit gambaran pagi hari di sekolah alam Ar-Rahmah.
Sekolah alam (SA) dalam kaca pandang pakar pendidikan, salah satunya dipaparkan oleh Suyono bahwa sekolah alam merupakan sekolah dengan konsep pendidikan berbasis alam semesta. Secara ideal menurut ahli kebijakan dan pengembangan pendidikan ini, dasar konsep SA berangkat dari nilai-nilai Qur’an dan Sunnah, yang mengungkapkan hakikat dari penciptaan manusia sebagai khalifah (pemimpin) dimuka bumi.
Dengan begitu, lulusan Pps UMM ini menambahkan dengan hadirnya SA akan menjadi jalan untuk mewujudkan mimpi akan tercapainya hakikat dari tujuan pendidikan yakni membantu anak didik tumbuh menjadi manusia yang berkarakter. “menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang disediakan alam tetapi juga mampu mencintai dan memelihara alam,”komentarnya.
Fenomena kemunculan SA, ayah dari tiga anak ini menilai bermula dari rasa ketidakpuasan pada sistem pendidikan sekolah yang ada, yang menimbulkan imajinasi akan sekolah impian, sebuah sekolah unggulan dan murah, sebuah sekolah yang memberikan pelajaran hidup yang bukan mengejar nilai, “ sekolah yang melahirkan pemimpin bukan calon pengangguran serta sekolah yang menggembirakan, yang membebaskan dan tidak menindas,” opininya berapi-api.
Menelisik lebih jauh pria kelahiran 1976 ini menjelaskan SA merupakan pendidikan yang dikombinaasikan dengan alam dan keimanan, ”anak didik ibarat kertas putih yang dapat diisi oleh siapa saja oleh alam atau pun apa yang berkaitan dengan alam,” kata pria ramah ini.
Lanjutnya alam lingkungan dapat membuat anak menjadi rentan atau bertahan memasuki perjalanan waktu menuju dewasa, selain itu sifat dasar anak cenderung suka mengeksploitasi alam lingkungan dengan rasa ingin tahunya yang tinggi.yang akan akan membawa sebab-akibat ,”lingkungan alam merupakan sejoli bagi keimanan, lantas peserta didik perlu ditanamkan nilai dari alam lingkungan yang serat dengan pesan moral, intelektual, dan keimanan yang akan memperkokoh pendirian dan membentuk watak yang islami,”ungkapnya serius.
Tak jauh beda dengan Suyono, Muhammad karim meneropong dari segi pembelajaran, SA merupakan fenomena yang unik dan menarik. Menurutnya dalam keseharian sama sekali tidak akan menemukan proses belajar dalam artian “Formal” dan konvensiona, tetapi proses pembelajaran berlangsung dalam suasana yang fun Learning.
Dosen salah satu universitas swasta di Malang ini menerangkan belajar dialam terbuka secara naluriah akan menimbulkan suasana menyenangkan tanpa tekanan dan jauh dari kebosanan. Dengan begitu anak didik akan menyadari bahwa belajar itu asyik dan sekolah itu identik dengan kegembiraan. “konsep belajar SA di alam terbuka secara naluri akan membuat suasana belajar menjadi lebih menyenangkan, tidak ada tekanan serta jauh dari rasa bosan, ini akan berimplikasa pada persepsi anak dalam menyikapi sekolah, seperti seklah itu asyik dan gembira,”terangnya.
Tak hanya itu metode pembelajaran menurut pengempu mata kuliah Media pembelajaran ini, di sekolah alam terjadi pengintegrasian dalam semua mata pelajaran,” di SA pembelajaran lebih bersifat pengintegrasikan dalam semua mata pelajaran,”penilainannya
Lebih jauh dengan menggunakan metode seperti itu, pemilik gelar S.Pd.i dan M.Kes ini melihat terjadinya keseragaman pemahanan yang mendalam bagi siswa terhadap materi pembelajaran yang bersifat integratif, komperehensif, dan aplikatif, sekaligus “membumi” itu.
Ketika ditanya kekurangan dari SA perempuan yang berdomisili di Tegalgondo ini mengatakan kurangnya perhatian dari pemerintah yang berakibat pada kelemahan SA itu sendiri.
Terakhir memberi harapan bahwa SA adalah sebuah esperiman yang belum selesai maka sebaiknya semua pihak memberikan aspresiasi terhadap SA dan kedepannya SA akan menjadi lebih baik lagi, baik dari segi kualitasnya maupun kuantitasnya.
Kehadiran SA ditengah-tengah masyarakat ternyata mendapat respon yang luar biasa. Damayanti 30 tahun mengungkapkan kebingungan tatkala buah hatinnya mamasuki usia sekolah karena takut seumpama anaknya mendapatkan sekolah yang asal-asalan,” waktu anakku memesuki usia sekolah, saya dibuat takut juga bila sekolahan yang akan dimasukinnya tidak bisa membuat maju anak saya dan terkesan yang asal-asalan, meskipun ada yang bagus tetapi mahal biayannya,”ujarnya bercerita
Akan tetapi lanjut ibu dari Dian purwati ini ketika mengetahui ada sekolah alam dengan konsep pengajarannya yang lebih banyak terjun langsung ke percobaan-percobaan langsung memasukkan anaknya ke SA. “ waktu itu saya mendapat imformasi dari tetangga yang memberikan brosur tentang SA, setelah saya lihat kayaknya SA ini bagus, misalnya, pembelajarannya lebih pada action saya kok langsung tertarik,” tambah wanita asli malang ini.
Hal senada diungkapkan oleh laki-laki asal Sumbersekar yang tidak mau disebutkan namanya ini, yang mengaku tertarik dengan SA karena penanaman moral dan agama sangat ditekankan,”saya melihat SA ini penanaman moral dan agama ditekankan sekali,” ungkapnya.
Lebih lanjut,”di SA anak diajari bagaimana hidup, belajar mengaji Iqra, menghafal surat-surat pendek dan diajarkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Dan anak-anak sangat senang sekali, dari segi perkembangan anak saya mengalamui perkembangan yang luar biasa sekali yang semula pasif menjadi proaktif, dan gak bisa diam jadi jago bercerita,” kisahnya panjang.
Hal senada diamini lestari,” saya melihan pola didik di SA ini sangat Islami misalkan saja, disini semua murid, guru, dan sebagian besar orang tua mengenakan jilbab, yang hal ini membuat anakku ikut berjilbab,”kata ibu muda ini
Lebih lanjut perempuan kelahiran 1979 ini mengatakan alasan memasukkan anaknya di SA disebabkan merasa cocok dengan keadaan dan cara belajar di SA,”disini bagus pembinaanya dan anak saya menyukainya karena mungkin suasanannya ya dan yang terpenting biaya pendidikannya relatif murah,”ungkap ibu dua anak ini.
Tidak jauh beda dengan yang diungkapkan Lastri, Ibrahim mengungkapkan dengan anaknya sekolah di SA mengalami perkembangan tanpa disangka-sangka,” kemajuan anakku sangat signifikan sekali, bahkan dulunnya sering telat bangun pagi sekarang melah membangunkan yang lainnya, dia juga lebih mandiri seperti bersemangat tatkala mau berangkat terutama menyiapkan peralatannya sendiri,” tambahnya bengga
Mengakhiri perkataan penyuka jalan-jalan ini berharap kepada SA untuk meningkatkan kualitasnya dan dan pada masyarakat berharap agar percaya akan kualitas sekolahl model baru yang “membumi ini”,” saya kira pesannya agar SA tetap terus meningkatkan kualitasnya dan bagi masyarakat agar jangan memandang sebelah mata SA,” harapnya mengakhiri_ Pmg_Rief
*Aktifis jurnalis koran kampus Bestari UMM
Label:
berita