PENDIDIKAN DI JERMAN
Membangun Rasa Kebangsaan
oleh arif sugianto
Membangun Rasa Kebangsaan
oleh arif sugianto
Jika membincang
seputar pendidikan khususnya di Jerman, yang terlintas dalam benak pembaca
adalah sekolah-sekolah yang sangat teratur dengan dispilin yang sangat ketat
dengan setiap akitivitas pendidikan yang diatur hingga hal yang paling kecil
sedikitpun. Sehingga berita yang beredar di luar negri adalah suatu sistem
pendidikan yang diatur sedemikian hingga yang disesuaikan dengan upaya nasional
secara menyeluruh untuk mencapai supremasi militer. Sedangkan di dalam negri,
atau di Jerman sendiri, sekolah menadapatkan kepercayaan untuk mengangkat
status Negara dari kekalahan menuju kekaisaran yang besar hanya dalam kurun
waktu dua generasi. Hal ini menjadikan guru di Jerman adalah seorang pahlawan
yang mengukir sejarah
Dalam buku ini
dijelaskan, yang mengukir kesan kuat luar negri atas Jerman bukanlah pola
pendidikan yang ada bukanlah pola
pendidikan Jerman, namun adalah pola pendidikan di Prusia yang merupakan suatu
Negara bagian Jerman yang tetap merdeka hingga hampir sepanjang abad lalu.
Pada saat kekaisaran
Roma tidak kunjung berhasil untuk mendapatkan control politik atas sebagian
bangsa Jerman, di saat bangsa Franka dan kepala dinasti Merovingian berhasil
memperluas daerah kekuasaannnya hingga Elba dan sebagian besar wilayah yang
kini menjadi wilayah Prancis, Low Country dan Jerman Barat. Di sisi lain
Gereja Roma menegrahkan segala daya dan upayanya untuk mendirikan sekolah di pusat-pusat
populasi utama Jerman dengan mengelola sekolah biara. Tidak terlepas dari
kepentingan pendidikan gereja itu sendiri maka pendidikan yang dibangunnya
hanya meliputi pendidikan pendeta dan pendidikan rakyat bisa tidak di cakup.
Karena melihat
realita pendidikan di Jerman pada masa itu hanya sekedar untuk kalangan gereja,
maka untuk menghilangkan paham sekuler dan non religius serta pentingnya
pengetahuan akan membaca dan menulis seperti yang dirasakan oleh bangsa daerah
pesisir di Jerman, maka mereka menginginkan adanya pendampingan guru unruuk
mengarahkan mereka dalam melatih kemampuan membaca dan menulis. Berangkat dari
minat masyarakat inilah akhirnya bermunculan sekolah daerah yang mengajarkan
mereka membaca, menulis, membuat laporan keuangan, dan saat perdagangan
berkembang, dan belajar bahasa dari bahasa bangsa lain. Mulai saat itu
perkembangan sekolah dan perguruan tinggi meningkat pesat yang didalangi oleh
pemerintah kota praja setempat. Beriringan dengan itu maka sekolah-seolah latin
kotapraja mulai bermunculan yang mendukung pada bidang study Yunani dan Latin
Klasik sehingga memunculkan jenis khas sekolah yang dikenal sebagai Gymnasium
yang nantinya jenis sekolah ini akan menjadi standar ukuran sekolah menengah di
Jerman samapai sekarang.
Pada awal abad ke
15 hingga abad ke 19 pertikaian antara beberapa Negara berlangsung sengit di
Jerman hingga pada akhirnya tahun 1555 mereka sepakat untuk mengakhiri konflik
keagamaan itu dengan mengizinkan masing-masing pemimpin negara untuk memilih
agama yang dipercayainya yang kemudian ditegakkan di negaranya, dan mewajibkan
seluruh warga negara untuk mengikutinya. Kesepakatan ini dikenal dengan
perjanjian Augsburg (Peace of Augsburg). Sementara itu negara Protestan
mengambil alih tanah dan properti lain milik Gereja Katolik Roma, termasuk
sekolah-sekolah. Banyak sekolah-sekolah yang akan dirubah untuk tujuan
Protestan. Khususnya pelatihan pendeta, guru dan pemimpin lainnya. Seiring
dengan berkembangnya antusiasme terhadap agama baru maka bermunculanlah
sekolah-sekolah baru.
Akibat perjanjian
inilah yang akhirnya membuat Prusia untuk menganut paham Lutheranisme.
Dan follow up dari perjanjian ini muncullah sekolah-sekolah yang menerapkan
atau mengajarkan bahasa daerah (Vernacular School) di bawah naungan
gereja serta berdirinya gereja-gereja baru pun dipelopori oleh perjanjian ini.
Yang kemudian bagi anak yang berusia 6 hingga 12 tahun diwajibkan untuk belajar
dan bergabung disekolah ini. Selain Prusia, Bavaria pun mendirikan sekolah
untuk memenuhi kebutuhan praktis masyarakat serta kebutuhan religiusnya.
Kewajiban untuk sekolah pada anak usia 6 hingga 12 tahun ini memiliki
pengecualian bagi anak-anak bangsawan atau orang kaya yang mendapatkan
pendidikan dengan cara lain seperti mendatangkan guru di rumah-rumah mereka
hingga mereka siap untuk memasuki Gymnasium (sekolah menengah atas).
Berjalannya waktu mengalami beberapa masalah salah satunya adalah pada
aktivitas beberapa gereja yang tak begitu giat untuk melakukan kontroling
terhadap sekolah-sekolah yang berada di bawah gereja. Sehingga pemerintah
melakukan kebijakan untuk membentuk semacam cabang khusus dari pemerintah sipil
untuk menangani dan mengawasi beberapa lembaga pendidikan agar tidak terjadi
stagnasi dalam perkembangan pendidikan yang disebut dengan Oberschulkolllegium
atau komisi tinggi untuk sekolah. Walaupun menjadi bawahan dari pihak sipil
yang dibentuk oleh pemerintah namun sekolah menengah dan perguruan tinggi ini
memiliki hubungan yang erat terhadap gereja dan diwajibkan memberikan
pendidikan agama di dalamnya.
Perjalanan roda
pendidikan yang berjalan di Jerman khususnya negara bagian Prusia ini tidak
laepas dari pengaruh politik pada saat itu, dimana Napoleon melenyapkan
sebagaian daerah Prusia, memberatiya dengan hutang besar, membatasi pasukan
hingga 42.000 rang, dan menempatkan pasukan Prancis di tempatnya, oleh kaarena
itu kesempatan untuk membangun negara benar-benar tertutup. Namun, pendidikan
yang disediakan oleh Gymnasiendan universitas yang berkembang lewat
persaingan kota praja dan negara mulai menampakkan hasilnya. Hal ini dibuktikan
denan lahirnya para cendekiawan dan para penulis, diantaranya Kleist dan
Fichte, dengan memulai persenjataan diri spiritual kembali.
Dalam hal ini
terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam kemajuan pendidkan di Jerman
khususnya negara bagian Prusia. Peran sosial, walaupun tanpa pembiayaan resmi
dari pnegara, namun pemerintah tetap menginstruksikan terhadap gereja-gereja
yang ada untuk menggiatkan proses belajar mengajarnya, sehingga inovasi-inovasi
dalam pendidkan terus bermunculan, salah satunya adalah yang diprakarsai oleh
Francke, Basedow, dan Salzman yang memperlihatkan bahwasannya pentingnya
pendidikan dalam meningkatkan derajat sosial dan moral bangsa. Pembaharuan itu
juga meliputi tentang metode dan kurikulum pendidikan. Namun terdapat suatu
pembaharuan khusus yang sangat menarik yakni pendidikan yang dikembangkan oleh
Johann Heinrich Pestalozzi di Swiss, walaupun sangat religius, Pestalozzi
percaya bahwa prinsip panduan yang penting untuk mengembangkan karakter yang
kuat dan tujuan hidup yang layak dapat diajarkan paling baik apabila mberkembang
secara induktif dari pengalaman indrawi siswa sendiri. Oleh karen itu dia
berkonsentrasi pada penentuan pengalaman indrawi manakah yang paling baik
memenuhi tujuannya ini serta urutan cara penyamapaiannya. Kurikulum dan
meodologi yang dihasilkannya sangat mengesankan terutama para pejabat Prusia
dan mereka memutuskan untuk memasukkannya pada sekolah negeri. Dan perlu
diperhatikan bahwasannya sistem persekolahan di Prusia bukan merupakan hasil
tuntutan rakyat, melainkan dibentuk dan diadakan menurut titah raja.
Di sisi lain
struktur kekuasaan dan organisasi administratif juga memberikan andilnya dalam
pembangunan jerman dan pengembangan sistem pendidikan. Pada penghujung abad 18
raja semakin tertaarik oleh perkembangan sekolah yang dikelola oleh pihak
gereja walaupun mereka tidak mendapatkan bantuan dana dari kas pemerintah. Hal
ini menyebabkan semakin berkembangnya sekolah yang ditangani langsung oleh
pihak pemeritah seperti sekolah menengah dan universitas. Sekolah menengah ini
memberikan kesempatan pada rakyat untuk menjadi pemimpin dalam mengembangkan
pendidikan, teknik dan ilmu pengetahuan. Namun lembaga atau badan pengurus
sekolah yang pernah dibentuk oleh pemerintah menjadi tidak efektif. Oleh
karenanya pemerintah menjadikan hokum perdata untuk mengatasi itu semua sebagai
wewenangnya, raja memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk membiayai
sekolah mereka dengan membayar pajak, sekolah diwajibkan memberikan gaji yang
layak bagi guru, di sisi lainm raja sendiri tidak memberikan bantuan dana dalam
hal ini. Ulama geereja dalam hal ini menjadi penilik sekolah.
Pada pergantian
abad, sebuah komisi kerajaan dibentuk untuk melaporkan perkembangan sekolah,
dan alhasil mutu dari sekolah-sekolah yang tersedia memiliki mutu yang sangat
rendah dan jauh dari apa yang diharapkan. Maka strategi yang diambil adalah
guru diharuskan untuk mengerjakan suatu keterampilan agar memperoleh biaya
hidup. Oleh sebab itu para guru sering menggunakan toko atau tempat kerja untuk
melakukan kegiatan belajar mengajar sembari mangwasi murid-muridnya dengan
bekerja. Selain itu Oberschulkollegium (badan pengurus sekolah) yang
dirasa kurang efektif diganti dengan instansi nasional atau kementrian
pendidikan. Awalnya instansi ini beroperasi sebagi biro pada Kementrian Dalam
Negri namun pada 1817 kepentingannya dalam upaya nasional menjadi sedemikian
nyata sehingga dijadikan departemen di bawah Kementrian Agama, Pendidikan dan
Kessehatan Masyarakat. Divisi-Divisi terpisah didirikan untuk mengurus
pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Sedangkan universitas merupakan lembaga
pendidikan yang tidak berdiri sendiri atau bisa dikatakan tidak mandiri karena
universitas mendapatkan subsidi dari kas kerajaan dan berada di bawah
perlindungan raja. Namun kini universitas tanggungjawabnya langsung dialihkan
pada Kementrian pendidikan. Sedangkan pendidikan dasar dan menengah di bawah
pengawasan Kementrian Dalam Negri tingkat provinsi. Sekolah dasar dan menengah
sangatbermacam-macam karena gereja, kotapraja, serikat pekerja, asosiasi dagang
dan bahkan perseorangan diberikan hak untuk mendirikan sekolah yang diinginkan.
Sehingga dibentuklah sebuah komite pendidikan untuk memusatkan kegiatan belajar
mengajar pada jenjang sekolah dasar dan menengah (Schulkollegnen). Dari
komite ini muncul dua prosedur , pertama, mempersyaratkan guru
mendapatkan ijazah dari Schulkollegnen dengan menetapkan program studi
yang harus dipelajari oleh calon-calon guru di universitas serta mempersiapkan
dan melaksanakan ujian ijazah. Kedua mempersyaratkan ujian seragam untuk
mengatur mengatur penerimaan ke universitas dan dilaksanakan pada tingkat
provinsi. Schulkollegnen juga berperan untuk melakukan pelatihan atas
guru sekolah dasar, tetapi pemerintah pusat berperan aktif dan mengamban suatu
tanggungjawab keuangan termasuk biaya untuk mengatur seminar guru. Selain itu
sekolah dasar langsung berada di bawah distrik administratif (Regierungsbezirk).
Unit ini juga dikepalai oleh seorang pemimpin dan dewan yang diangkat oleh
Mentri Dalam Negri. Urusan pendidikan didelegasikan pada seorang anggota dewan
yang disebut dengan Schulrat atau penasehat sekolah. Walaupun Schulrat
yang mengarahkan implementasi program resmi pendidikan dasar dalam distriknya,
pendirian dan penyelenggaraan sekolah yang sebenarnya masih menjadi
tanggungjawab unit administratif bawah, masing-masing adalah Kreise dan Gemeinden.
Gemeinden adalah distrik sekolah setempat, biasanya meliputi penduduk
sebuah desa kecil. Sedangkan Kreise adalah terdiri dari beberapa Gemeinden
dan dapat disamakan dengan sebuah wilayah yang dipimpin oleh seseorang pengawas
dalam hirarki gereja.
Fungsi pendidikan
utama mula-muala terbentuk pada tingkatan Kreise atau lingkungan yaitu
menilik sekolah dasr, sebuah kewajiban yang dilaksanakan oleh Kreischulinspector.
Kreischulinspector merupakan anggota ulama gereja. Rekomendasi untuk
jabatan inspektur sekolah di tingkat propinsi dilakukan oleh otoritas gereja,
tetapi pengangkatannya dilakukan oleh Mentri Pendidikan. Penataan administrasi
ini jelas memperlihatkan niat pemerintah untuk mengganti kontrol gereja
tradisional dengan kontrol sipil. Penolakan public dihindari atau ditampik
dengan tetap adanya sekolah paroki dan sekolah kotapraja yang tetap
memanfaatkan jasa layanan ulama gereja setempat untuk menjadi inspektur
sekolah. Pada awalnya, aktivitas pemerintah dalam meningkatkan jumlah dan mutu
sekolah dibatasi, namun setelah disetujui sebagain otoritas tertinggi dalam
urusan pendidikan, pemerintah secara bertahap mengarahnkan kembali sekolah
untuk memenuhi tujuan nasional daripada tujuan religius. Satu-satunya alat yang
paling efektif untuk mencapai transformasi ini adalah asumsi otoritas penuh
atas pelatihan, pengangkatan, penggajian, dan promosi guru. Guru sekolah
menengah setidaknya mereka yang diangkat untuk Gymnasien dan dididik di
universitas yang dikontrol negara, sedangkan guru sekolah dasar dieminari oleh
guru yang dikelola negara. Saat pemerintah menjadi reaksioner dan otokratik,
kurikulum dan pengelolaan seminar guru dikontrol sedetil-detilnya sehingga guru
sekolah dasar tak hanya menjadi injstrumen untuk mengatur hidup anak secara
ketat, tetapi juga menjadi alat propaganda efektiif diantara para orang tua.
Sebagai lembaga negara, Gymnasien dan universitas dikontrol secara ketat
oleh pemerintah.
Terdapat institusi
pendidikan berkembang seiring dengan perkembangan pendidikan sebagai realisasi
dari konsep pendidikan yang dikembangkan di Jerman. Dalam perkembangan
pendidikan yang terjadi diidentifikasi oleh Fancke membutuhkan beberapa lembaga
pendidikan untuk menghasilkan sejumlah sekolah baru, mulai dari sekolah amal
untuk anak-anak orang miskin hingga sekolah berasrama untuk anak orang kaya,
dari kelas pendidikan paling dasar hingga pendidikan guru untuk mahasiswa
universitas di sekitarnya. Maka dari itu terdapat beberapa lembaga yang telah
berhasil didirikan, diantaranya adalah: Sekolah dasar, kaum
royalis yang bangkit kembalikini bergerak lebih cepat untuk mengembangkan sebuh
sistem sekolah yang memisahkan anak-anak miskin dengan anak-anak kelas atas
sepanjang masa pendidikan. Utuk mengembangkan ini pemerintah ntertarik dengan
pendidikan ala Pestalozzi yang digunakan untuk mengajar anak-anak miskin di
Yerdun. Oleh karena itu pada tahun 1809 pemerintah mengirimkan beberapa pemuda
untuk belajar padanya dan sekembalinya mereka, tugasnya adalah untuk
menseminari para guru yang telah berdiri diatas pendidikan suasta. Yang
kemudian hasil dari seminar itu merupakan guru institusi negri yang di bawah
kontrol kementrian. Kurikulum dan program pelatihan dibakukan, langkah-langkah
baru diambil untuk memastikan bahwa institusi itu akan menghasilkan korps guru
baru yang terlatih secara seragam menurut metodologi sistematis yang diadopsi
dari Pestalozzi. Semua guru ini selanjutnya diwajibkan memiliki ijazah dan
diperkenalkan sebuah ujian kualifikasi negara guna mengevaluasi kecakapan
akademik dan kecakapan dan kecakapan paedagogis dan kurikulumnya mencakup
pendidikan umum dan studi paedagogis. Harapannya guru tak hanya bertindak
sebagai npengawas bagi anak namun juga sebagai pengaruh penatar (Up-Grading
influences) dalam komunitas dan lembaga pendidikannya dinamakan dengan Volkschulen.
Sekolah menengah, sebelum tahun 1800, para keluarga
kelas atas telah menyediakan sekolah privat bagi anak-anak mereka. Pengenalan
tentang Volkschulen tidak dapat merubah penataan ini. Di sisi lain
pendidikan menengah juga mencul pada kalangan kotapraja. Beberapa diantaranya
menawarkan sekolah berbahasa daerah untuk kategori pelajaran yang termasuk real.
Yang lain menawarkan bahasa yunani dan Latin yang mempersiapkan pada penerimaan
universitas. Dan beberapa sekolah yang lebih baik menawarkan kedua metode
tersebut, tewrmasuk bahasa asing modern, bahkan ada yang meiliki program
lanjutan yang menyamai fakultas di universitas. Sekolah Teknik dan
Kejuruan, minat pada pendidikan teknik dan kejuruan mulai tampak pada
1800. pada sekoah ini melatih anak laki-laki untuk terjun dalam sebuah
perniagaan atau industri. Jenis pendidikan ini yang lebih teoritis terletak
pada sekolah teknik yang memmberikan persiapan pada satu bidang seperti
pertanian, arsitektur, kehutanan, pertambangan atau dinas pos.
Setelah membahas
panjang lebar tentang perkembangan pendidikan di Jerman khususnya di Prusia,
saat ini kita akan menguraikan perkembangan selanjutnya. Seperti apa yang
terjadi dalam perkembangan pendidikan selanjutnya. Dalam membincangkan
perkembangan pendidikan di Jerman ini ada beberapa periode yang berpengaruh di
dalamnya. Diantaranya adalah, Republik Weimar, kekalahan jerman
dan sekutunya dalam Perang Dunia I memaksa runtuhnya pemerintah monarki,
pengusiran keluarga kerajaan dan berakhirnya dominasi kaum Junker
(golongan tuan tanah) kaitannya dengan urusan dalam negri. Konstitusi Weimar
yang disahkan pada 1918, mendirikan sebuah federasi negara bagian nberbentuk republik.
Dan dalam hal ini pendidikan dijadikan sebagai kegiatan kerjasama antara
pemerintah federal, negara bagian, dan kotapraja berbagi tanggung jawab dan
kekuasaan. Di dorong oleh pihak barat, kekuatan politik liberal mendukung
pembaharuan pendidikan yang lebih luas. Sistem ganda sekolah dasar dilarang.
Sekolah swasta yang selektif dihpus, dan diperkenalkan pendidikan dasr empat
tahun di Grundschulen untuk semua anak. Selain itu regulasi yang
berhubungan dengan hati nurani dan menjadika pendidikan agama sebagai mata
pelajaran pilihan baik bagi guru maupun murid. Periode Nazi, dibandingkan
dengan situasi kekaisaran, pendidikan di bawah pemerintahan Republik Weimar
tampak liberal, tetapi tidak sepenuhnya popular dikalangan masyarakat. Pada
1933 Nazi mengambil alih kontrol atas Jerman dan menyapu bersih semua prestasi
yang dicapai Republik Weimar. Di bawah kendali Nazi, bentuk pemerintahan
terpusat pertama kali diperkenalkan dan satu-satunya dalam sejarah Jerman.
Pendidikan dijadikan tujuan nasional dan diperkenalkan sebuah sistem sekolah
terpadu yang di mulai dari taman kanak-kanak sampai unversitas. Sekolah
menengah dipilih sebagai sekolah pelatihan untuk para pemimpin orde baru ini
dan kurikulum dirombak sepenuhnya untuk memenuhi tujuan itu. prigram pendidikan
Nazi menekankan doktrin ras, supremasi Jerman dan keharusan untuk menghukum
siapa saja yang melakukan kejahatan yang dilakukan untuk menentang rakyat
Jerman. Selain itu bahasa Latin dan Yunani dibatasi , bahasa Inggris dijadikan
bahasa asing utama. Masa bersekolah dikurangi agar tersedia waktu untuk
aktivitas partai nazi yang bermacam-macam. Sedangkan program pendidikan jasmani
yang ada jelas-jelas mengarah pada persiapan wajib militer. Singkatnya
pendidikan menjadi instrument utama untuk mengubah Jerman menjadi mesin perang.
Balatentaranya mulai nampak pada enam tahun kemudian. Setelah Perang
Dunia II,setelah 1945 Jerman kembali mengalami kekalahan tau
kelemahan militer, perekonomiannya lumpuh dan secara politik dikuasai oleh luar
negri. Dalam periode ini banyak sekali usaha yang digunakan untuk menghapuskan
sisa dari periode Nazi. Sebuah periode rekonstruksi yang panjang diproyeksikan
agar tedensi demokratis yang sudah tampak pada zaman Rebuplik Weimar dapat
dipupuk ndan dikembangkan menjadi kekuatan politik yang kompeten dan berhasil.
Sejak awal negara-negara yang berkuasa atas Jerman itu berusaha untuk
membersihkan berbagai jabatan public kedudukan berpengaruh yang terbukti Nazi.
Guru-guru dicurigai secara khusus karena lamanya Nazi memegang kontrol atas
sekolah dan perekrutan guru yang dapat dipercaya menjadi tugas utama. Buku-buku
sekolah harus ditulis ulang dan diperkenalkan urusan program studi baru. Selain
itu banyaknya gedung sekolah yang rusak menyebabkan masalah tempat dan
anak-anak nyaris mendekati kelaparan memerlukan program pemberian makanan
secara besaar-besaran yangv hanya dapat dilakukan oleh negara-negara yang
mendudki Jerman saat itu. yang akhirnya menyebabkan Jerman terbagi menjadi dua
bagian yakni Jerman Barat dan Jerman Timur sesuai dengan pendudukan
masing-masing negara yang berkuasa di sana. Sedangkan masalah pendidikan di
Jerman Barat lebih mengacu pada pendidikan terpadu, hal ini dibuktikan denga
menculnya kembali Grundschulen empat tahun wajib sekolah yang diikuti
oleh semua anak. Dan banyaknya inovasi yang dilakukan akhirnya empat tahun menjadi
enam tahun wajib belajar.