Powered by Blogger.
Latest Post
Showing posts with label PENDIDIKAN. Show all posts
Showing posts with label PENDIDIKAN. Show all posts

SISTEM PENDIDIKAN DI JERMAN

PENDIDIKAN DI JERMAN
Membangun Rasa Kebangsaan
oleh arif sugianto

            Jika membincang seputar pendidikan khususnya di Jerman, yang terlintas dalam benak pembaca adalah sekolah-sekolah yang sangat teratur dengan dispilin yang sangat ketat dengan setiap akitivitas pendidikan yang diatur hingga hal yang paling kecil sedikitpun. Sehingga berita yang beredar di luar negri adalah suatu sistem pendidikan yang diatur sedemikian hingga yang disesuaikan dengan upaya nasional secara menyeluruh untuk mencapai supremasi militer. Sedangkan di dalam negri, atau di Jerman sendiri, sekolah menadapatkan kepercayaan untuk mengangkat status Negara dari kekalahan menuju kekaisaran yang besar hanya dalam kurun waktu dua generasi. Hal ini menjadikan guru di Jerman adalah seorang pahlawan yang mengukir sejarah 

            Dalam buku ini dijelaskan, yang mengukir kesan kuat luar negri atas Jerman bukanlah pola pendidikan yang ada  bukanlah pola pendidikan Jerman, namun adalah pola pendidikan di Prusia yang merupakan suatu Negara bagian Jerman yang tetap merdeka hingga hampir sepanjang abad lalu. 

            Pada saat kekaisaran Roma tidak kunjung berhasil untuk mendapatkan control politik atas sebagian bangsa Jerman, di saat bangsa Franka dan kepala dinasti Merovingian berhasil memperluas daerah kekuasaannnya hingga Elba dan sebagian besar wilayah yang kini menjadi wilayah Prancis, Low Country dan Jerman Barat. Di sisi lain Gereja Roma menegrahkan segala daya dan upayanya untuk mendirikan sekolah di pusat-pusat populasi utama Jerman dengan mengelola sekolah biara. Tidak terlepas dari kepentingan pendidikan gereja itu sendiri maka pendidikan yang dibangunnya hanya meliputi pendidikan pendeta dan pendidikan rakyat bisa tidak di cakup.

            Karena melihat realita pendidikan di Jerman pada masa itu hanya sekedar untuk kalangan gereja, maka untuk menghilangkan paham sekuler dan non religius serta pentingnya pengetahuan akan membaca dan menulis seperti yang dirasakan oleh bangsa daerah pesisir di Jerman, maka mereka menginginkan adanya pendampingan guru unruuk mengarahkan mereka dalam melatih kemampuan membaca dan menulis. Berangkat dari minat masyarakat inilah akhirnya bermunculan sekolah daerah yang mengajarkan mereka membaca, menulis, membuat laporan keuangan, dan saat perdagangan berkembang, dan belajar bahasa dari bahasa bangsa lain. Mulai saat itu perkembangan sekolah dan perguruan tinggi meningkat pesat yang didalangi oleh pemerintah kota praja setempat. Beriringan dengan itu maka sekolah-seolah latin kotapraja mulai bermunculan yang mendukung pada bidang study Yunani dan Latin Klasik sehingga memunculkan jenis khas sekolah yang dikenal sebagai Gymnasium yang nantinya jenis sekolah ini akan menjadi standar ukuran sekolah menengah di Jerman samapai sekarang.

            Pada awal abad ke 15 hingga abad ke 19 pertikaian antara beberapa Negara berlangsung sengit di Jerman hingga pada akhirnya tahun 1555 mereka sepakat untuk mengakhiri konflik keagamaan itu dengan mengizinkan masing-masing pemimpin negara untuk memilih agama yang dipercayainya yang kemudian ditegakkan di negaranya, dan mewajibkan seluruh warga negara untuk mengikutinya. Kesepakatan ini dikenal dengan perjanjian Augsburg (Peace of Augsburg). Sementara itu negara Protestan mengambil alih tanah dan properti lain milik Gereja Katolik Roma, termasuk sekolah-sekolah. Banyak sekolah-sekolah yang akan dirubah untuk tujuan Protestan. Khususnya pelatihan pendeta, guru dan pemimpin lainnya. Seiring dengan berkembangnya antusiasme terhadap agama baru maka bermunculanlah sekolah-sekolah baru. 

            Akibat perjanjian inilah yang akhirnya membuat Prusia untuk menganut paham Lutheranisme. Dan follow up dari perjanjian ini muncullah sekolah-sekolah yang menerapkan atau mengajarkan bahasa daerah (Vernacular School) di bawah naungan gereja serta berdirinya gereja-gereja baru pun dipelopori oleh perjanjian ini. Yang kemudian bagi anak yang berusia 6 hingga 12 tahun diwajibkan untuk belajar dan bergabung disekolah ini. Selain Prusia, Bavaria pun mendirikan sekolah untuk memenuhi kebutuhan praktis masyarakat serta kebutuhan religiusnya. Kewajiban untuk sekolah pada anak usia 6 hingga 12 tahun ini memiliki pengecualian bagi anak-anak bangsawan atau orang kaya yang mendapatkan pendidikan dengan cara lain seperti mendatangkan guru di rumah-rumah mereka hingga mereka siap untuk memasuki Gymnasium (sekolah menengah atas). Berjalannya waktu mengalami beberapa masalah salah satunya adalah pada aktivitas beberapa gereja yang tak begitu giat untuk melakukan kontroling terhadap sekolah-sekolah yang berada di bawah gereja. Sehingga pemerintah melakukan kebijakan untuk membentuk semacam cabang khusus dari pemerintah sipil untuk menangani dan mengawasi beberapa lembaga pendidikan agar tidak terjadi stagnasi dalam perkembangan pendidikan yang disebut dengan Oberschulkolllegium atau komisi tinggi untuk sekolah. Walaupun menjadi bawahan dari pihak sipil yang dibentuk oleh pemerintah namun sekolah menengah dan perguruan tinggi ini memiliki hubungan yang erat terhadap gereja dan diwajibkan memberikan pendidikan agama di dalamnya.

            Perjalanan roda pendidikan yang berjalan di Jerman khususnya negara bagian Prusia ini tidak laepas dari pengaruh politik pada saat itu, dimana Napoleon melenyapkan sebagaian daerah Prusia, memberatiya dengan hutang besar, membatasi pasukan hingga 42.000 rang, dan menempatkan pasukan Prancis di tempatnya, oleh kaarena itu kesempatan untuk membangun negara benar-benar tertutup. Namun, pendidikan yang disediakan oleh Gymnasiendan universitas yang berkembang lewat persaingan kota praja dan negara mulai menampakkan hasilnya. Hal ini dibuktikan denan lahirnya para cendekiawan dan para penulis, diantaranya Kleist dan Fichte, dengan memulai persenjataan diri spiritual kembali. 

            Dalam hal ini terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam kemajuan pendidkan di Jerman khususnya negara bagian Prusia. Peran sosial, walaupun tanpa pembiayaan resmi dari pnegara, namun pemerintah tetap menginstruksikan terhadap gereja-gereja yang ada untuk menggiatkan proses belajar mengajarnya, sehingga inovasi-inovasi dalam pendidkan terus bermunculan, salah satunya adalah yang diprakarsai oleh Francke, Basedow, dan Salzman yang memperlihatkan bahwasannya pentingnya pendidikan dalam meningkatkan derajat sosial dan moral bangsa. Pembaharuan itu juga meliputi tentang metode dan kurikulum pendidikan. Namun terdapat suatu pembaharuan khusus yang sangat menarik yakni pendidikan yang dikembangkan oleh Johann Heinrich Pestalozzi di Swiss, walaupun sangat religius, Pestalozzi percaya bahwa prinsip panduan yang penting untuk mengembangkan karakter yang kuat dan tujuan hidup yang layak dapat diajarkan paling baik apabila mberkembang secara induktif dari pengalaman indrawi siswa sendiri. Oleh karen itu dia berkonsentrasi pada penentuan pengalaman indrawi manakah yang paling baik memenuhi tujuannya ini serta urutan cara penyamapaiannya. Kurikulum dan meodologi yang dihasilkannya sangat mengesankan terutama para pejabat Prusia dan mereka memutuskan untuk memasukkannya pada sekolah negeri. Dan perlu diperhatikan bahwasannya sistem persekolahan di Prusia bukan merupakan hasil tuntutan rakyat, melainkan dibentuk dan diadakan menurut titah raja. 

            Di sisi lain struktur kekuasaan dan organisasi administratif juga memberikan andilnya dalam pembangunan jerman dan pengembangan sistem pendidikan. Pada penghujung abad 18 raja semakin tertaarik oleh perkembangan sekolah yang dikelola oleh pihak gereja walaupun mereka tidak mendapatkan bantuan dana dari kas pemerintah. Hal ini menyebabkan semakin berkembangnya sekolah yang ditangani langsung oleh pihak pemeritah seperti sekolah menengah dan universitas. Sekolah menengah ini memberikan kesempatan pada rakyat untuk menjadi pemimpin dalam mengembangkan pendidikan, teknik dan ilmu pengetahuan. Namun lembaga atau badan pengurus sekolah yang pernah dibentuk oleh pemerintah menjadi tidak efektif. Oleh karenanya pemerintah menjadikan hokum perdata untuk mengatasi itu semua sebagai wewenangnya, raja memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk membiayai sekolah mereka dengan membayar pajak, sekolah diwajibkan memberikan gaji yang layak bagi guru, di sisi lainm raja sendiri tidak memberikan bantuan dana dalam hal ini. Ulama geereja dalam hal ini menjadi penilik sekolah.

            Pada pergantian abad, sebuah komisi kerajaan dibentuk untuk melaporkan perkembangan sekolah, dan alhasil mutu dari sekolah-sekolah yang tersedia memiliki mutu yang sangat rendah dan jauh dari apa yang diharapkan. Maka strategi yang diambil adalah guru diharuskan untuk mengerjakan suatu keterampilan agar memperoleh biaya hidup. Oleh sebab itu para guru sering menggunakan toko atau tempat kerja untuk melakukan kegiatan belajar mengajar sembari mangwasi murid-muridnya dengan bekerja. Selain itu Oberschulkollegium (badan pengurus sekolah) yang dirasa kurang efektif diganti dengan instansi nasional atau kementrian pendidikan. Awalnya instansi ini beroperasi sebagi biro pada Kementrian Dalam Negri namun pada 1817 kepentingannya dalam upaya nasional menjadi sedemikian nyata sehingga dijadikan departemen di bawah Kementrian Agama, Pendidikan dan Kessehatan Masyarakat. Divisi-Divisi terpisah didirikan untuk mengurus pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Sedangkan universitas merupakan lembaga pendidikan yang tidak berdiri sendiri atau bisa dikatakan tidak mandiri karena universitas mendapatkan subsidi dari kas kerajaan dan berada di bawah perlindungan raja. Namun kini universitas tanggungjawabnya langsung dialihkan pada Kementrian pendidikan. Sedangkan pendidikan dasar dan menengah di bawah pengawasan Kementrian Dalam Negri tingkat provinsi. Sekolah dasar dan menengah sangatbermacam-macam karena gereja, kotapraja, serikat pekerja, asosiasi dagang dan bahkan perseorangan diberikan hak untuk mendirikan sekolah yang diinginkan. Sehingga dibentuklah sebuah komite pendidikan untuk memusatkan kegiatan belajar mengajar pada jenjang sekolah dasar dan menengah (Schulkollegnen). Dari komite ini muncul dua prosedur , pertama, mempersyaratkan guru mendapatkan ijazah dari Schulkollegnen dengan menetapkan program studi yang harus dipelajari oleh calon-calon guru di universitas serta mempersiapkan dan melaksanakan ujian ijazah. Kedua mempersyaratkan ujian seragam untuk mengatur mengatur penerimaan ke universitas dan dilaksanakan pada tingkat provinsi. Schulkollegnen juga berperan untuk melakukan pelatihan atas guru sekolah dasar, tetapi pemerintah pusat berperan aktif dan mengamban suatu tanggungjawab keuangan termasuk biaya untuk mengatur seminar guru. Selain itu sekolah dasar langsung berada di bawah distrik administratif (Regierungsbezirk). Unit ini juga dikepalai oleh seorang pemimpin dan dewan yang diangkat oleh Mentri Dalam Negri. Urusan pendidikan didelegasikan pada seorang anggota dewan yang disebut dengan Schulrat atau penasehat sekolah. Walaupun Schulrat yang mengarahkan implementasi program resmi pendidikan dasar dalam distriknya, pendirian dan penyelenggaraan sekolah yang sebenarnya masih menjadi tanggungjawab unit administratif bawah, masing-masing adalah Kreise dan Gemeinden. Gemeinden adalah distrik sekolah setempat, biasanya meliputi penduduk sebuah desa kecil. Sedangkan Kreise adalah terdiri dari beberapa Gemeinden dan dapat disamakan dengan sebuah wilayah yang dipimpin oleh seseorang pengawas dalam hirarki gereja. 

            Fungsi pendidikan utama mula-muala terbentuk pada tingkatan Kreise atau lingkungan yaitu menilik sekolah dasr, sebuah kewajiban yang dilaksanakan oleh Kreischulinspector. Kreischulinspector merupakan anggota ulama gereja. Rekomendasi untuk jabatan inspektur sekolah di tingkat propinsi dilakukan oleh otoritas gereja, tetapi pengangkatannya dilakukan oleh Mentri Pendidikan. Penataan administrasi ini jelas memperlihatkan niat pemerintah untuk mengganti kontrol gereja tradisional dengan kontrol sipil. Penolakan public dihindari atau ditampik dengan tetap adanya sekolah paroki dan sekolah kotapraja yang tetap memanfaatkan jasa layanan ulama gereja setempat untuk menjadi inspektur sekolah. Pada awalnya, aktivitas pemerintah dalam meningkatkan jumlah dan mutu sekolah dibatasi, namun setelah disetujui sebagain otoritas tertinggi dalam urusan pendidikan, pemerintah secara bertahap mengarahnkan kembali sekolah untuk memenuhi tujuan nasional daripada tujuan religius. Satu-satunya alat yang paling efektif untuk mencapai transformasi ini adalah asumsi otoritas penuh atas pelatihan, pengangkatan, penggajian, dan promosi guru. Guru sekolah menengah setidaknya mereka yang diangkat untuk Gymnasien dan dididik di universitas yang dikontrol negara, sedangkan guru sekolah dasar dieminari oleh guru yang dikelola negara. Saat pemerintah menjadi reaksioner dan otokratik, kurikulum dan pengelolaan seminar guru dikontrol sedetil-detilnya sehingga guru sekolah dasar tak hanya menjadi injstrumen untuk mengatur hidup anak secara ketat, tetapi juga menjadi alat propaganda efektiif diantara para orang tua. Sebagai lembaga negara, Gymnasien dan universitas dikontrol secara ketat oleh pemerintah.

            Terdapat institusi pendidikan berkembang seiring dengan perkembangan pendidikan sebagai realisasi dari konsep pendidikan yang dikembangkan di Jerman. Dalam perkembangan pendidikan yang terjadi diidentifikasi oleh Fancke membutuhkan beberapa lembaga pendidikan untuk menghasilkan sejumlah sekolah baru, mulai dari sekolah amal untuk anak-anak orang miskin hingga sekolah berasrama untuk anak orang kaya, dari kelas pendidikan paling dasar hingga pendidikan guru untuk mahasiswa universitas di sekitarnya. Maka dari itu terdapat beberapa lembaga yang telah berhasil didirikan, diantaranya adalah: Sekolah dasar, kaum royalis yang bangkit kembalikini bergerak lebih cepat untuk mengembangkan sebuh sistem sekolah yang memisahkan anak-anak miskin dengan anak-anak kelas atas sepanjang masa pendidikan. Utuk mengembangkan ini pemerintah ntertarik dengan pendidikan ala Pestalozzi yang digunakan untuk mengajar anak-anak miskin di Yerdun. Oleh karena itu pada tahun 1809 pemerintah mengirimkan beberapa pemuda untuk belajar padanya dan sekembalinya mereka, tugasnya adalah untuk menseminari para guru yang telah berdiri diatas pendidikan suasta. Yang kemudian hasil dari seminar itu merupakan guru institusi negri yang di bawah kontrol kementrian. Kurikulum dan program pelatihan dibakukan, langkah-langkah baru diambil untuk memastikan bahwa institusi itu akan menghasilkan korps guru baru yang terlatih secara seragam menurut metodologi sistematis yang diadopsi dari Pestalozzi. Semua guru ini selanjutnya diwajibkan memiliki ijazah dan diperkenalkan sebuah ujian kualifikasi negara guna mengevaluasi kecakapan akademik dan kecakapan dan kecakapan paedagogis dan kurikulumnya mencakup pendidikan umum dan studi paedagogis. Harapannya guru tak hanya bertindak sebagai npengawas bagi anak namun juga sebagai pengaruh penatar (Up-Grading influences) dalam komunitas dan lembaga pendidikannya dinamakan dengan Volkschulen. Sekolah menengah, sebelum tahun 1800, para keluarga kelas atas telah menyediakan sekolah privat bagi anak-anak mereka. Pengenalan tentang Volkschulen tidak dapat merubah penataan ini. Di sisi lain pendidikan menengah juga mencul pada kalangan kotapraja. Beberapa diantaranya menawarkan sekolah berbahasa daerah untuk kategori pelajaran yang termasuk real. Yang lain menawarkan bahasa yunani dan Latin yang mempersiapkan pada penerimaan universitas. Dan beberapa sekolah yang lebih baik menawarkan kedua metode tersebut, tewrmasuk bahasa asing modern, bahkan ada yang meiliki program lanjutan yang menyamai fakultas di universitas. Sekolah Teknik dan Kejuruan, minat pada pendidikan teknik dan kejuruan mulai tampak pada 1800. pada sekoah ini melatih anak laki-laki untuk terjun dalam sebuah perniagaan atau industri. Jenis pendidikan ini yang lebih teoritis terletak pada sekolah teknik yang memmberikan persiapan pada satu bidang seperti pertanian, arsitektur, kehutanan, pertambangan atau dinas pos.

            Setelah membahas panjang lebar tentang perkembangan pendidikan di Jerman khususnya di Prusia, saat ini kita akan menguraikan perkembangan selanjutnya. Seperti apa yang terjadi dalam perkembangan pendidikan selanjutnya. Dalam membincangkan perkembangan pendidikan di Jerman ini ada beberapa periode yang berpengaruh di dalamnya. Diantaranya adalah, Republik Weimar, kekalahan jerman dan sekutunya dalam Perang Dunia I memaksa runtuhnya pemerintah monarki, pengusiran keluarga kerajaan dan berakhirnya dominasi kaum Junker (golongan tuan tanah) kaitannya dengan urusan dalam negri. Konstitusi Weimar yang disahkan pada 1918, mendirikan sebuah federasi negara bagian nberbentuk republik. Dan dalam hal ini pendidikan dijadikan sebagai kegiatan kerjasama antara pemerintah federal, negara bagian, dan kotapraja berbagi tanggung jawab dan kekuasaan. Di dorong oleh pihak barat, kekuatan politik liberal mendukung pembaharuan pendidikan yang lebih luas. Sistem ganda sekolah dasar dilarang. Sekolah swasta yang selektif dihpus, dan diperkenalkan pendidikan dasr empat tahun di Grundschulen untuk semua anak. Selain itu regulasi yang berhubungan dengan hati nurani dan menjadika pendidikan agama sebagai mata pelajaran pilihan baik bagi guru maupun murid. Periode Nazi, dibandingkan dengan situasi kekaisaran, pendidikan di bawah pemerintahan Republik Weimar tampak liberal, tetapi tidak sepenuhnya popular dikalangan masyarakat. Pada 1933 Nazi mengambil alih kontrol atas Jerman dan menyapu bersih semua prestasi yang dicapai Republik Weimar. Di bawah kendali Nazi, bentuk pemerintahan terpusat pertama kali diperkenalkan dan satu-satunya dalam sejarah Jerman. Pendidikan dijadikan tujuan nasional dan diperkenalkan sebuah sistem sekolah terpadu yang di mulai dari taman kanak-kanak sampai unversitas. Sekolah menengah dipilih sebagai sekolah pelatihan untuk para pemimpin orde baru ini dan kurikulum dirombak sepenuhnya untuk memenuhi tujuan itu. prigram pendidikan Nazi menekankan doktrin ras, supremasi Jerman dan keharusan untuk menghukum siapa saja yang melakukan kejahatan yang dilakukan untuk menentang rakyat Jerman. Selain itu bahasa Latin dan Yunani dibatasi , bahasa Inggris dijadikan bahasa asing utama. Masa bersekolah dikurangi agar tersedia waktu untuk aktivitas partai nazi yang bermacam-macam. Sedangkan program pendidikan jasmani yang ada jelas-jelas mengarah pada persiapan wajib militer. Singkatnya pendidikan menjadi instrument utama untuk mengubah Jerman menjadi mesin perang. Balatentaranya mulai nampak pada enam tahun kemudian. Setelah Perang Dunia II,setelah 1945 Jerman kembali mengalami kekalahan tau kelemahan militer, perekonomiannya lumpuh dan secara politik dikuasai oleh luar negri. Dalam periode ini banyak sekali usaha yang digunakan untuk menghapuskan sisa dari periode Nazi. Sebuah periode rekonstruksi yang panjang diproyeksikan agar tedensi demokratis yang sudah tampak pada zaman Rebuplik Weimar dapat dipupuk ndan dikembangkan menjadi kekuatan politik yang kompeten dan berhasil. Sejak awal negara-negara yang berkuasa atas Jerman itu berusaha untuk membersihkan berbagai jabatan public kedudukan berpengaruh yang terbukti Nazi. Guru-guru dicurigai secara khusus karena lamanya Nazi memegang kontrol atas sekolah dan perekrutan guru yang dapat dipercaya menjadi tugas utama. Buku-buku sekolah harus ditulis ulang dan diperkenalkan urusan program studi baru. Selain itu banyaknya gedung sekolah yang rusak menyebabkan masalah tempat dan anak-anak nyaris mendekati kelaparan memerlukan program pemberian makanan secara besaar-besaran yangv hanya dapat dilakukan oleh negara-negara yang mendudki Jerman saat itu. yang akhirnya menyebabkan Jerman terbagi menjadi dua bagian yakni Jerman Barat dan Jerman Timur sesuai dengan pendudukan masing-masing negara yang berkuasa di sana. Sedangkan masalah pendidikan di Jerman Barat lebih mengacu pada pendidikan terpadu, hal ini dibuktikan denga menculnya kembali Grundschulen empat tahun wajib sekolah yang diikuti oleh semua anak. Dan banyaknya inovasi yang dilakukan akhirnya empat tahun menjadi enam tahun wajib belajar.


Filsafat Pendidikan Inggris dan Islam

Rekonstruksi Nalar Filsafat Pendidikan Inggris dan Islam


Abstraksi  

Tiada kekayaan yang lebih Utama dari pada Akal , tiada kepapaan yang lebih menyedihkan dari pada kebodohan , dan tiada warisan yang palaing baik dari pada Pendidikan (Ali bin Abi Thalib). 

Proses penciptaan Intelektual itu berlangsung lama, sulit,  penuh dengan tantangan, melalui proses maju, mundur, bubar dan membentik kembali…(Antonio gramsci)

 Epistimologi pendidikan di Inggris adalah hal yang menarik dengan adanya akulturasi Intelektual akibat pengaruh Revolusi prancis dan Revolusi Industri telah mengubah wajah peradaban Eropa menjadi peradaban yang maju. Hal ini tidak lain karena tokoh  intelektualnya mengadakan revolusi pemikiran yang semula Dogmatis menjadi rasionalis. 

Mulai abad kebangkitan di abad ke-16 telah terjadi disposisi filsafat pendidikan yang secara umum berhaluan Empirisme dan Rasionalisme, meskipun kedua ini salaing bertentangan tetapi menjadi filsafat pendidikan di Inggris. Kemudian muncul berbagai aliran akibat pergumulan dua paradigma tersebut yaitu Empirisme, Bahafiorisme (filosofis), empirisme (filosofis), empirisme biologis, pragmatisme, Instrumentalisme, eksperimentalisme,  hidonisme piskologis, reinforcement, Relativisme Budaya, Demokrasi social, Subjektivisme Substansial,  liberasionisme.

 Filsafat pendidikan Islam dengan dasar Qur’an dan As-sunah dengan pendekatan  rasional falsafi telah membawa peradaban maju, kemudian Hancur dan bangkit lagi. Dengan tokoh-tokohnya seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina,ibnu khaldun,al-Ghazali, ikhwan As-Sifa. Telah membawa pendidikan Keranah yang lebih nyata.

Kata kunci: Epistimologi, Inggris,Rasionalisme, empirisme, pendidikan Islam

  1. Pendahuluan
Filsafat berasal dari kata arab yang berhubungan erat dengan kata Yunani, bahkan memang asalnya dari kata Yunani yaitu, philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Definisinya, filsafat sebagai sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya dari segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah ilmu yang mencari kebenaran pertama, segala yang maujud dan ilmu segala yang ada yang menunjukkan adanya penggerak pertama
Bagi Al-Farabi filsafat adalah pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Al-Kindi berpendapat filsafat merupakan pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu, dan ini mengandung teologi (al-rububiyah), ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat Ibnu Sina mengaitkan filsafat dan kesempurnaan diri: filsafat adalah penyempurnaan jiwa manusia melalui pengkonsepsian hal ihwal dan penimbangan kebenaran-kebenaran teoritis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia. 
Dari berbagai keterangan di atas bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis, untuk mencari hakekat kebenaran sesuatu, baik dalam logika, etika maupun metafisik. Untuk itu studi falsafi mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi

  1. Perjalanan Nalar Epistimologi Pendidikan di Inggris (Eropa)
Mungkin ada benarnya apa yang telah dikatakan Francis Fukuyama dalam buku kontroversional, The End Of HistorY and The Last man (1992), bahwa sejarah telah berakhir  karena demokrasi liberal barat  telah mengunggguli komunisme yang ditandai dengan runtuhnya uni soviet. Ini merupakan sejarah panjang pembentukan nalar filsafat moderen di eropa khususnya di Inggris.
Perjalanan panjang menuju nalar moderen yang digagas oleh dedengkot filosof Inggris untuk memajukan pendidikannya dapat ditelusuri seperti dalam artikel “Modernity versus postmodernity”, Jurgan Habermas menjelaskan istilah “moderen” adalah sebuah istilah  yang digunakan  untuk menyebut era baru (New ege), yang berfungsi untuk membedakan dengan masa lalu(the ancient).[1]
Artinya mederen itu tidak semata-mata hanya ditandai dengan munculnya renaissance atau enlightenment[2] tetapi itu yang memulai, di  Negara Eropa Prancis, Inggris, dan Jerman. Bertrand Russel mengungkapkan ada dua hal yang terpenting yang menandai sejarah pendidikan modern di Inggris atau di Eropa, yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains (rasional).[3]
Ada beberapa tesis yang bisa diambil untuk memahami peristiwa kemajuan revolusi ilmiah di Inggris. Pertama, revolusi ilmiah selalu dikaitkan dengan proses sekulerisasi atau tercabutnya kekuasaan agama dalam system social politik yang memungkinkan sain lepas dari kungkungan institusi kungkungan agama. Di Eropa demikian juga diInggris telah tercatat dalam sejarah pada Abad ke 16 dan 17, ketika itu era Renaissance, agama-sebagai institusi yang sangat dominant dan hegemoni di eropa dikala itu-mengalami perubahan radikal dalam posisinya sebagai pemegang otoritas  penuh  segala bentukkebenaran. Tetapi lepasnya sains dari otoritas agama tidak menjadikan indepindensi.[4]

 Disisi lain , dalam hal perkembangan pengetahuan sekuler  dan skeptisme[5]sudah menjadi landasan tradisional ilmu pengetahuan , wancana ilmu pengetahuan yang menjadi topic utama  pada zaman kebangkitan pendidikan Filsafat di Inggris dan secara umum dieropa. Pada  abad ke-17 topik utama adalah persoalan epistimologi[6].
Pernyataan pokok  dalam bidang epistimologi adalah bagaimana  manusia memeperoleh pengetahuan yang benar ? serta apa yang dimaksud dengan “kebenaran itu”? untuk menjawab pernyatan-pernyataan itu  yang bercorak epistimologi in, maka dalam filsafat zaman awal kemajuan inggris yakni pada abad ke-17muncullah aliran filsafat yang memberikan jawaban berbeda, bahkan saling bertentangan. Alirantersebut adalah aliran empirisme dan Rasionalisme
.           Tetapi sebelum membincang tentang dua aliran filsafat pendidikan tersebut perlu penulis kemukakan ulasan teori yang dirangkum dalam jalur penalaran di eropa dalam pandangan William bahwa nalar pendidikan di inggris didasari yang bernama system pengetahuan rasional, empirisme dan positivisme.
William melanjutkan dan menguraikan dari dasar filosofis epistimologis pendidikan di Inggris (Eropa)[7], yaitu Empirisme, Bahafiorisme (filosofis), empirisme (filosofis), empirisme biologis, pragmatisme, Instrumentalisme, eksperimentalisme,  hidonisme piskologis, reinforcement, Relativisme Budaya, Demokrasi social, Subjektivisme Substansial,  liberasionisme, liberalisme  pendidikan.
 Kemudian Wiliam mengungkapkan juga dalil-dalail pokok liberelisme pendidikan yang terjadi diInggris :
  1. seluruh hasil kegiatan  belajar adalah pengetahuan melalui pengamalan personal
  2. seluruh hasil kegiatan belajar bersifat subjektif dan selektif[8].
  3. Seluruh hasil kegiatan belajar beraakar pada keterlibatan pengertian indrawi[9] .
  4. Seluruh  hasil –hasil belajar  didaari oleh proses  pemecahan masalah  secara aktif dalam pola” coba benar-salah” atau (trial and eror)
  5. Cara belajar yang baik diatur oleh perintah-perintah eksperimantal yang bercirikan metode ilmiah
  6. Pengetahuan yang terbaik adalah  yang paling selaras dengan (atau mungkin  derdasarkan) pembuktian ilmiuah yang dianggap benar sebelumnya
  7. Kegiatan belajar diarahkan dan dikendalikan  oleh konsekuensi –konsekuensi emosional dari perilaku
  8. Sifat-sifat hakiki  dan isi pengetahuan social mengarahkan dan mengendalikan sifat-sifat haiki dan isi pengalaman personal
  9. Penyelidikan kritis yang mempunyai  arti penting  hanya bisa  berlangsung  dalam masyarakat yang demoratis dan memiliki komitmen terhadap ungkapan  umum pemikiran dan perasaan individual.
Itulah dalil dalail yang ditawarkan William kala berbicara pendidikan Di Inggris yang telah terkontaminasi oleh racun rasional.
Kembali pada perbincangan tentang filsafat berepistimilogi rasional dan empirisme yang berpengaruh terhadap perkembangan di Eropa tetapi ketika berbicara tentang epistimilogi mana yang dijadikan dasar pendidikan di Inggris. Secara sepintas dua peradigma tadi rasionalisme dan empirisme bangunan berfikirnya berbeda dan saling menjauh. Tetapi, dalam epistimologi pendidikan di Inggris kedua paradigma tersebut secara kontinuitas memberi pengaruh terhadap perjalanan pendidikan di Inggris[10]. Dalam hal ini Karim(2009) melihat landasan Epistimologi peradaban barat[11] sebagai argument dalam menguraikan keterkaitan dua paradigma tersebut.

  1. Rasionalisme[12]
Ren’t Descrates[13] adalah seorang filsof yang disinyalir sebadai pembuka gerbang moderen khususnya diinggris dan umumnya di eropa. Ia adalah seoerang pertama yang memiliki kapasias filosofi tinggi dan sangat dipengaruhi fisika dan astronomi baru[14]dia sendiri tokoh rasionalisme ren’t deskrates (1595-1650)[15] telah dianggap sebagai bapak rasionalisme moderen di inggris (barat)yang sampai saat ini masih dijadikan landasan pembangunan peradaban. Julukan itu tidak begitu berlebihan sebab sejak kelahiran Deskrates, kesadarannya betul-betul digumuli dalam filsafat.
Pemikiran Deskrates yang kemudian terkenal dengan jargon “Co Gito Ergo sum” yang sering didistilahkan dengan “metode kesangsian”yang digunakan untuk menemukan sebuah kepastian[16].

  1. Empirisme.[17]
Empirisme dapat dikatakan sebagai doktrin yang meluas dalam pola pendidikan di Inggris yang mengatakan bahwa seleuruh pengetahuan harus dicarai dalam pengalaman yang berpandangan bahwa semua ide gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami . secara umum empirisme berlawanan dengan  Rasionalisme.
 Tokoh yang representative dalam gambaran relative aliran empirisme. David Hume (1711-1776)[18]ditangnnya lah empirisme manjadi radikal dengan metode sekeptismenya.
      Dalam pandangan , yang bisa diketahui hanyalah persepsi dan bukanlah objek diluar diri kita, dalam duania pendidikan , system control dan evaluasi jamak digunakan oleh para guru  terhadap peserta didik adalah metode induksi yaitu penilaian aktifitas danmemberlakukan secara universal terhadap seluruh siswa dengan hanya melihat  kebiasaan mereka secara umum tanpa memeperhatikan  secara lebih dan keragaman karakter mereka.
Rasionalisem maupun Empirisme Sebagai Filsafat fundamental yang mengarahkan gerak pendidikan di Inggris.
 Bagan Landasan Epistimologi pendidikan Di Inggris[19][20]

Rasionalisme
Empirisme
Tokoh
Pemikiran
Tokoh
Pemikiran
plato
Pengetahuan, Ide, kebenaran akan lahir Innate/a priori
aristoteles
Kebenaran lahir setelah abstraksi bersentuhan langsung dengan objek dari Aposterotori ke Fenomena ke Abstraksi ke Objek
Arcesileus dan diogenes
Akibat masuknya hellenisme maka kedu tokoh ini dengan sekeptisisme dan sinisnya tidak menawarkan tesei apa pun.
Epikurus dan Zeno
Meskipun dipengaruhi paham hellen namun masih menaruh harapan pada ilmu pengetahuan  sepanjang dapat memberi penjelasan yang naturalistic  atas fenomena uyang dipercaya.
Ren’t Deskrates
Co gito ergo sum” metode kesangsian deskrates
Francis Bacon
Metode inklusi ; menarik kesimpilan dari umum ke khusus dari pengamatan yang khusus
Baruch de Spinoza
Memandang antributif identik dengan alam semesta
Thomas hobes
Kenyataan akhir adalah kenyataan indrawi menurut Hobes tologi bukan lah filsafat karena filsafat berbicara masalah lahiriah sehingga hanya empat saja ilmu yang dianggap sah yaiti geometri, Fisika, Etik, dan Politik
GW Von Libniz
Ada bentuk substansi yang berbentuk monad, monad substansi yang bukan kenyataan jasmani
David Hume
Substansi kumpulan persepsi sematakarena pikiran membuat artifisisal semata


Jhon locke
Dengan bertolak pada pengalaman ide-ide yang terjadi melalui proses pengindraan yang hasilnya disebut ide simplek
Demikian gambaran rancangan Epistimologi yang di jadikan dasar pendidikan di Inggris.

  1. Rekonstruksi Filsafat Pendidikan Islam[21]

C.1. Hakikat Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi.[22] mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda.. Marimba[23], misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si - terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan[24], yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

C.2 Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam[25]
 
Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah Al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar (QS.Asy-Syura: 52)”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
  1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
  2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
  3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. 
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
  1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya
  2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
  3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C.3.   Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.

C.4   Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yaitu[26] :
  1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
  2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
  3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
  4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
  5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

C.5. Tipologi Pemikiran Filsafat pendidikan Islam
Dalam filsafat pendidikan Islam dalam Ibrahim[27] mencermati ada empat model pemikiran Islam yaitu
Tipologi Pemikiran Islam
parameter
Ciri Pemikirannya
Fungsi Pendidikan
Madzab Salafi
  1. Bersumber pada Al-Qur’an dan Al-hadits
  2. Regresif ke masa Salafi
  3. Konservatif
  4. Berorientasi masa silam

a.       Menjawab konteks pendidikan dg kontek salafi
b.      Memahani nas kembali pada Salafi
c.       Mehama alkuran kurang elaborasi
Melestarikan budaya salafi
Esrnsial madzabi
  1. Bersumber al qur’an al hadits
  2. Konservatif

  1. Menekankan pemberian Syart dan Hasysyah
  2. Kurang kritis dalam mengubah substansi materi
Mempertahankan tradisi lama
modernis
  1. Bersumber Al-qur’an dan Sunnatullah
  2. Bebas Modifikatif
  3. Progresif dan dinamis wawasan kependidikan kontemporer
  1. Tidak mempertahankan tradisi lama
  2. Lapang dada dan mendengar pemikiran pendidikan dari mana pun
  3. Menyesuaikan diri
a.       Pengembangan ibndividu secara maksimal
b.      Interaksi potensi dengan kebutuhan lingkungan
c.       Rekonstruksipengalaman secara terus-menerus
Esensialis konstektual Falsifikasi
  1. Bersumber al-qur’an dan al dadits
  2. Regresif, rekonstruktif, cincer dalam meningkatkan wawasan pendidikan
Toleransi terhadap pemikiran pendidikan lain
Pengembangan potensi




C.6 Analisi Filosofis tentang Metode Pendidikan Islam
Dalam kajian filsafat, ontologi, epistemologi, dan aksiologi merupakan tiga sub sistem dari filsafat. Ontologi merupakan teori tentang ”ada”, yaitu tentang apa hakikat sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Epistemologi merupakan teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Sementara aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan atau fungsi dari objek yang dipikirkan. Dengan gambaran sederhana dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang perlu dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.

Kesimpulan
Inggris sejak terjadinnya proses pembaharuan telah mengangkat Negara tersebut menjadi nagara yang maju, hal ini tidak lain karena filsafat pendidikannya yang mendasari  kemajuan itu.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.




DAFTAR PUSTAKA

Prasetya, 2000. Filsafat Pendidikan,  Pustaka Setia:Bandung.
Titus, Smith, Nolan.1996. Persoalan-persoalan Filsafat, Bulan Bintang: Jakarta.
Ali Saifullah .1998 Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional: Surabaya
Zuhairini..1995. Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta.
Abuddin Nata, 1995 .Filsafat Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu; Jakarta
Ahmad Tafsir,2008.Filsafat Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, RemajaRosdakarya ;Bandung.

________________,2006. Filsafat pendidikan Islam,Rosdakarya:Bandung
Suhartono suparlan.2006.Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media ; Yogyakarta.
O’neil Wiliam.intan Omi (terj).2001. Idologi-ideologi pendidikan, Pustaka pelajar :Yogyakarta

Azra azumardi, 1998. esai-esai Intelektual Muslim pendidikan Islam, Logos; Ciputat
Rahardja Mudjia,2006, Quo vadis pendidikan Islam,UINPress;Malang


[1] Ali maskum dan luluk Yunan. Paradigma pendidikan Universal (Yogyakarta: Ericisod,2004), hal 24
[2] Ranaissence atau enlightenment ditandai dengan pertama, zaman ketika ilmu-ilmu  dan teknologi berkembang , kedua munculnya gerakan –gerakan intelektual yang kritis terhadapp mitos , metafisika,tradisi, otoritas, dogmatisme dan seterusnya
[3] Bartrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, terj Sigit jatmiko(Dkk) (Yogyakarta : pustaka pelajar, 2002), hal. 645
[4] Yasid, sains dan Islam
[5] Sekuler : sebuah pemikiran  yang dimulai dari kritik  kebebasan terhadap otoritarianisme gereja (symbol agama) di eropa (Inggris), tetapi kemudian terlanjur  dengan pemisahan dan distorsi hingga menjadi biner oposisi.
[6] Epistimologi : hal atau katalis  yang membicarakan sumber  pengetahuan dan bagai mana cara memperolehnya, misalkan pembahasan rasionalisme, empirisme, positivisme,dll.
[7] Dari uraian ini kiat akan melihat bahwa gelombang perkembangan pendidikan di Inggris pada umumnya dipengaruhi oleh semangat positivisme yang rasional, empirisme dan positivtikdengan pendekatan saintifik  dan jauhnya semangat intuisi keagamaan.
[8] Istilah personal”,”subjektif”,”selektif” istilah ini akan mewakili kebebasan individu  yang banyakmuncul dengan filsafat moderen yang Rasional(Co gito ergo sum), sedangkan istilah “ selektif” mewakili kompodsisi individu yang akan melahirjkan  penegasan akan diri dan panegasan yang lain, sebuah rasio yang kehilangan sisi humanitasnya.
[9] Selain rasio indrawi jug amenjadi alat alat kepercayaanuntuk mendefisinikan suatu kebenaran, indrawi merupakan turunan dari aliran filsafat empirisme yang merupakan lawan dari Rasionalisme
[10] Muhammad karim, pendidikan kritis transformative, (Yogyakarta: Ar-Ruzz media, 2009)

[12] Rasionalisme sebuah paradigma yang mempercayai adanya ide-ide bawaan yang bersifat substansi  rasio yang mendefisisnikan  dan memformulasikan kebenaran.
[13] Ren’t Deskrates Filosof kebangsaan inggris, ayahnya adalah seorang  ketua parlemen inggris yang memeiliki tangah yang cukup luas . ia adalah anak yang cukup cerdik, seorang pembisnis , tentara dalam bukunya Sejarah filsafat barat , terj Sigit jatmiko dkk.(Yogyakarta;pustaka pelajar,2002), hal.732.
[14] Dudi Hariman, Filsafat moderen, (Jakarta;Gramedia pustaka,2004),hal.37
[15] ejarah filsafat barat , terj Sigit jatmiko dkk.(Yogyakarta;pustaka pelajar,2002), hal.733
[16] Sedang dalam islam Al-Ghazali mempunyai “metode keraguan Ghazali” yang sering mnengatakan “ keraguanlah yang mengantarkan pada kebenaran, barangsiapa yang tidak bisa maju maka dia tidak memandang, barang siap[a tidak pernak memandang berarti dai tidak pernah melihat , maka ia tetap dalam kebutaan dan kesesatan.
[17] Sebuah paradigma keilmuan yang memposisikan fakta yang terlihat sebagai paliang substansi dari substansi-substansi yang lain  dalam mendevisinikan kebenaran.
[18] Hume adalah filosof kebangsaaan Inggris. Ia adalah seorang yang paling terkemuka dikalangan filsuf karena dia mengembangkan filsafat empirisme Locke dan Berkeley menjadi konklusi logis dan menjadikan  luar biasa lantaran membuatnya konsisten, untuk lebih bisa memahami kehidupan Humle baca Sejarah filsafat barat , terj Sigit jatmiko dkk.(Yogyakarta;pustaka pelajar,2002).
[19] Muhammad karim, pendidikan kritis transfor matif(Yogyakarta;Ar-Ruzzz Media, 2009)hal 40.
[20] Faqih Mansur, Idologi dalam pendidikan” (sebuah pengantar dalam buku Ideologi-ideologi pendidikan), Yogyakarta: Pustaka pelajar.
[21] Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1990) hal 37
[22] Ibid hal 59.
[23] Dalam Abuddin Nata Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,  1997)hal 12.
[24] Ibid hal 43.
[25] Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam,(Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997) hal 45.
[26]Mohammad Athiyah abrosyi dalam   At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha
[27] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)

 
Support : Creating Website | giea sugianto | Mas giea
Copyright © 2011. AKSETISME.com - All Rights Reserved
Template Created by gea creative Published by Mas giea
Proudly powered by 503