Latest Post
Showing posts with label PEMIKIRAN KRITIS. Show all posts
Showing posts with label PEMIKIRAN KRITIS. Show all posts
11:55
Pendidikan
dan politik
Pendidikan dan politik

A. Pendahuluan
Manusia komersial, hedonis,
dan kanibal yang dulu sering dibaca dalam komik dan cerita fiktif saat ini
menjadi kenyataan yang membuat haru biru kehidupan. Homo homini lupus semakin
dekat dan nyata. Cerita Negara yang gemahripah loh jinawe, tata tentrem kerta
raharja menjani lamunan dan impian bersama. Memang impian, harapan, dan lamunan
dalam kondisi tertentu merupakan obat mujarab untuk memberikan lelipur lara
agar kita survive dalam hidup, bertahan dalam menghadapi prahara
nasional ini.
Setiap kesuksesan di awali dan diakhiri
dengan pendidikan. Kesuksesan dalam politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama
dibangun di atas pondasi pendidikan. Kesuksesan tanpa proses pendidikan adalah
hayalan. Hayalan yang berkembang dalam diri dan memiliki gap yang besar akan
membuat stress atau bahkan gila. Pendidikan yang kurang memadai jika dibarengi
dengan tumpukan hayalan sebagaimana yang ditawarkan oleh sinetron dan iklan di
media cetak dan elektronik akan membuat sebagaian masyarakat menjadi
benar-benar gila. gila jabatan, gila harta, gila kecantikan, dan lainnya.
Bukan hanya rakyat jelata yang terserang
penyakit ini tetapi juga politisi, penguasa, pengusaha, guru, dosen, dan kyai.
Trend kegilaan ini bias ditemukan dalam kehidupan nyata. Mereka yang mestinya
digugu dan ditiru malah membuat adegan saru dan menjadi tontonan publik.
Pertikaian karena rebutan “roti” kejayaan menunjukkan bahwa mereka tidak akan
pernah meraih kejayaan itu.
Pendidikan merupakan soft power, kekuatan
sejati yang tidak kasat mata tetapi semua orang memerlukan dan merasakan
kekuatannya. Pendidikan memberikan pengaruh politis yang amat besar dalam
kehidupan manusia. Manusia yang terdidik dengan baik dan sehat ia akan mampu
mengkreasi diri untuk mengubah pendidikan menjadi media berpolitik adiluhung
dan sekaligus mempu mendidik politik lewat pendidikan. Pendidikan politik dan
politik pendidikan bias berintegrasi, interkoneksi, tetapi juga bisa
bermusuhan.
B. Hubungan Antara Politik dan Pendidikan
Pendidikan dan politik adalah dua elemen
penting dalam sistem sosial disetiap negara, baik negara maju maupun negara
berkembang. Keduanya sering dilihat sebagai bagian yang terpisahkan, yang satu
sama lain tidak tidak memiliki hubungan apa-apa. Padahal, keduanya bahu-membahu
dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat disuatu negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama
lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-Lembaga dan proses pendidikan
berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat dinegara tersebut.
Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik disuatu negara membawa
dampak besar pada karakteristik pendidikan di negara tersebut. Ada hubungan
erat dan dinamis antara pendidikan dan politik disetiap negara. Hubungan
tersebut adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan
Peradaban manusia dan menjadi perhatian para Ilmuwan.
Dalam ungkapan Abernethy dan Coombe
(1965:287) Education and politics are inextricably linked (Pendidikan
dan politik terkait tanpa bias dipisahkan). Menurut mereka (1965:289), hubungan
timbal balik antara pendidikan dan politik dapat terjadi melalui tiga aspek,
yaitu pembentukan sikap kelompok (group attitude), masalah pengangguran
(unemployment), dan peranan politik kaum cendekia (the polical role of
the intelligensia).
Menurut Sirozi (2005:1) seorang doktor
alumnus Monash University of Australia, Pendidikan dan politik adalah dua
elemen penting dalam sistem sosial politik suatu Negara, baik negara maju
ataupun negara yang sedang berkembang. Senada dengan itu, Paulo Freire juga
mengatakan bahwa masalah pendidikan tidak mungkin dilepaskan dari masalah
sosio-politik, karena bagaimanapun kebijakan politik sangat menentukan arah
pembinaan dan pengembangan pendidikan.
Hubungan erat antara pendidikan dengan
politik dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi perkembangan
pendidikan. Dampak positif yang dapat dihasilkan dari hubungan keduanya adalah
pemerintah sebagai pemegang peranan penting dalam politik dapat memberikan
subsidi kepada pendidikan. Dengan adanya subsidi tersebut pendidikan bisa
berkembang sebagaimana mestinya.
Selain itu, dalam sistem politik Islam,
pendidikan merupakan satu hal yang sanagat urgen dalam pencapaian tujuan
pemerintahan. Adapun tujuan pemerintahan Islam menurut Abdul Gaffar Aziz
(1993:95) adalah menegakkan kebenaran dan keadilan. Tujuan itu tidak akan
tercapai kecuali dengan melaksanakan syari’at. Dan syari’at tidak dapat
berjalan bila ummat tidak memahami agama Islam. Sedangkan untuk memahamkan
syari’at Islam kepada masyarakat sarananya tiada lain adalah melalui
pendidikan.
Meskipun hubungan atau ketrekaitan
antara politik dan pendidikan begitu kuat dan riil, tidak semua orang mengakui
dan mendukung realitas tersebut. Banyak pihak yang resah dengan realitas tersebut
dan menginginkan upaya-upaya perubahan untuk meminimalisasi atau mengikis
elemen-elemen politik dalam dunia pendidikan. Mereka menginginkan agar
pendidikan dan politik menjadi dua wilayah yang terpisah dan tidak berhubungan.
Mereka percaya bahwa pemisahan antara politik dan pendidikan dapat dilaukan
untuk membebaskan lembaga-lembaga pendidikan dari berbagai kepentingan politik
penguasa.
Namun, apapun latar belakang dan tujuan
kemunculannya, kecenderungan pemisahan dan pengintegrasian pendidikan dan
politik, keduanya akan terus saling terkait. Pendidikan menyangkut proses
tranmisi ilmu pengetahuan dan budaya, serta prkembangan ketrampilan dan
pelatihan untuk tenga kerja, dan politik berkenaan dengan praktik kekuasaan,
pengaruh dan otoritas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan-keputusan
otoritatif tentang alokasi nilai-nilai dan sumber daya. Karen keduanya sarat
dengan proses pengalokasian dan pendistribusian nilai-nilai dalam masyarakat,
maka tidaklah sulit untuk memahami bahwa pendidikan dan politik adalah dua
perangkat aktivitas yang akan terus saling terkait dan berinteraksi.
Di Indonesia, kepedulian terhadap
hubungan pendidikan dan politik sudah mulai berkembang dalam wacana public,
walaupun belum menjadi satu bidang kajian akademik. Dari beberapa pemikiran yang
berkembang, salah satunya adalah Muchtar
Buchori dapat ditarik beberapa pemahaman. Pertama, Adanya kesadaran
tentang hubungan erat antara pendidikan dan politik. Kedua, Adanya
kesadaran akan peran penting pendidikan dalam menentukan corak dan arah kehidupan
politik. Ketiga, adanya ksadaran akan pentingnya pemahaman tentang
hubungan antara pendidikan dan politik. Keempat, diperlukan pemahaman
yang lebih luas tentang politik. Kelima, Pentingnya pendidikan kewargaan
(Civic Education). Ungkapan tersebut khususnya menggambarkan suatu keyakianan
terhadap hubungan erat antara pendidikan dan politik.
C. Fungsi
Politik Institusi Pendidikan
Hubungan antara pendidikan dan politik
bukan sekedar hubungan saling mempengaruhi, tetapi juga hubungan fungsional.
Lembaga dan proses pendidikan menjalanakan sejumlah fingsi politik yan
signifikan. Mungkin yang terpenting dari fungsi-fungsi tersebut bahwa
sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya menjadi agen-agen sosialisasi
politik. Lembaga-lembaga pendidikan menjadi tempat dimana individu-individu,
terutama anak-anak dan generasi muda, mempelajari sikap-sikap dan perasaan
tentang sistem politik, dan sejenis peran politik yang diharapkan dari mereka.
Berbagai institusi pendidikan yang ada
dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai alat kekuasaan dalam upaya membentuk
sikap dan keyakinan politik yang dikehendaki. Berbagai aspek pembelajaran
terutama kurikulum dan dbahan-bahan bacaan, sering kali diarahkan pada
kepentingan politik tertentu. Dibanyak negara totaliter dan negara berkembang,
pemimpin politik sangt menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan
politik. Mereka melakukan berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan
menitipkan pesan-pesan politik melalui metode dan bahan ajar (Curriculum
content) pendidikan. Di negara-negara komunis misalnya, metode brain
washing digunakan secara luas untuk membentuk pola pikir kaum muda, agar
sejalan dengan doktin komunisme.
Di Indonesia, hal serupa terjadi pada
masa rezim Soeharto, beberapa kebijakan yang dikeluarkan juga untuk menunjang
daya tahan rezim tersebut. Terbukti rezim tersebut bisa bertahan selama 32
tahun, hal tersebut pun juga tidak jauh dari kebijakan pendidikan yang selalu
berpihak pada Soeharto.
Era reformasi yang ditandai dengan
kejatuhan rezim Soeharto pada tahun 1998 telah membawa perubahan mendasar pada
beberapa aspek pengelolaan sistem pendidikan nasional. Salah satu aspek
perubahan yang cukup mendasar adalah bergesernya paradigma pengelolaan sistem
pendidikan national dari paraigma sentralisasi ke desentralisasi.
Institusi-institusi pendidikan, walaupun
pada awalnya didesain untuk menjalankan fungdi-fungsi pendidikan semata, dalam
perkembangannya bisa saja menjalankan fungsi-fungsi politik tertentu, baik
disadari maupun tidak disadari oleh para pengelolanya. Ada tiga alasan utama
hal ini. Pertama, karena keberadaan dan perkembangan institusi
pendidikan tidak terlepas dari dinamika social politik masyarakat
lingkungannya. Kedua, karena kuatnya kecendeungan para politisi untuk
mengeksploitasi peran institusi pendidikan untuk kepentingan politik mereka.
Ketiga, kaena para pengelola sekolah pada dasarnya juuga adalah para politisi
yang senantiasa dihadapkan pada dinamika internal maupun eksternal.
D. Kontrol Negara Terhadap Pendidikan
Sebagai suatu proses yang banyak
menentukan corak dan kualitas kehidupan individu dan masyarakat, tidak
mengherankan apabila semua pihak memandang pendidikan sebagai wilayah strategi
bagi kehidupan manusia sehingga program-program dan proses yang ada di dalamnya
dapat dirancang, diatur, dan diarahkan sedemikian rupa untuk mendapatka output
yang didinginkan. Inilah salah satu alasan mengapa begitu banyak orang tua yang
sanggup mengorbankan harta mereka yang berharga untuk memberikan pendidikan
yang terbaik bagi anak-anak mereka. Ini pulalah salah sarua alas an mengapa
suatu negara sangat peduli dan menyediakan anggaran dalam jumlah yang besar
untuk bidang pendidikan.
Semua itu dilakukan dalam rangka
membangun suatu sistem pendidikan yang memiliki karakteristik, kualitas, arah,
dan output yang diinginkan. Untuk memastikan terwujudnya keinginan tersebut,
banyak negara yang menerapkan kontrol sangat ketat terhadap program-program
pendidikan, baik yang diselenggrakan sendiri oleh negara maupun yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
Salah satu fungsi sistem pendidikan di
banyak negara adalah menghasilkan pengetahuan teknis / administratif yang pada
akhirnya diakumulasi oleh kelompok-kelompok dominan dan digunakan dalam mengontrol
ekonomi, politik, dan budaya. Alih-alih menjadi pusat pencerahan dan
intelektualisasi sekolah-sekolah justru menjadikan pusat indoktrinasi.
Kandungan (contet) dari kurikulum pembelajaran terus mengalami
perubahan, bukan karena merespons perkembangan dunia ilmu pengetahuan atau
tantangan baru, tetapi dalam rangka menjawab tuntutan-tuntutan tertentu dari
negara terhadap peran politik sekolah-sekolah.
Ketika doktin-doktrin para penguasa
negara bersebrangan dengan nilai-nilai yang hidup secara riil dala masyarakat,
maka institusi-institusi sekolah menjadi sumber konflik, baik antar sesame
perangkat sekolah itu sendiri maupu antara perangkat seklah dengan peserta
didik. Ketika para anggota perangkat sekolah dan peerta didik merambah ke luar
lingkungan sekolah, maka skala konflik meluas menjadi konflik social politik.
Persoalan ini memunculkan pertanyaan
sebagai berikut, Apakah msih mungkin mengembalikan fungsi sekolah sebagai wisdom
of education? Apakah control negara terhadap sekolah dapat dihilangkan?
Apakah suatu sistem pendidikan dapat berjalan tanpa ada mekanisme control?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini tergantung pada bagaimana konsep
kita tentang sekolah dan negara. Apa pun jawabannya, inti persoalan adalah
bagaimana meformulasikan posisi dan peran Negara dalam pengembangan system
pendidikan tanpa harus “mengganggu” tujuan asasi pendidikan sebagai pusat
pencerahan masyarakat.
E. Kajian Politik Pendidikan
Sebagai suatu kajian yang relatif baru
dan merupakan pengembangan dari bidang kajian yang teklah mapan (established),
yaitu kajian politik dan kajian pendidikan, kelayakan politik pendidikan
sebagai suatu bidang kajian banyak dipertanyakan, baik oleh para sarjana ilmu
politik maupun oleh para sarjana ilmu pedidikan.
Namun, pengalaman panjang bangsa
Indonesia, mulai dari era kolonial hingga era reformasi, memperlihatkan betapa
pendidikan dan politik saling berkaitan. Keterkaitan tersebut dapat dilihat
dari karakteristik berbagai kebijakan pendidikan yang dibuat oleh rezim yang
berkuasa. Hal itulah yang memperlihatkan bahwa para ilmuwan pendidikan di
negeri ini membutuhkan wawasan politik yang memadai untuk dapat menjelskan
berbagai persoalan kependidikan yang ada.
Begitu juga sebaliknya, para ilmuwan
politik di negeri ini membutuhkan wawasan kependidikan untuk dapat menjelaskan
berbagai persoalan politik dengan baik kepada masyarakat. Pada konteks inilah
kita pantas optimis bahwa pada masa-masa mendatang, kajian-kajian politik
pendidikan akan semakin dibutuhkan sehingga kajian-kajian dalam bidang ini akan
berkembang pesat.
F. Aspek-Aspek Politik Desentralisasi Pendidikan
menurut Bray (1984, hal. 5)
desentralisasi adalah proses ketika tingkat-tingkat hierarki dibawahnya diberi
wewenang oleh badan yang lebih tinggi untuk mengambil keputusan tentang penggunaan
sumber daya organisasi . Adapun menurut Burnett et al (19950), desentralisasi
pendidikan adalah otonomi untuk menggunakan input pembelajaran sesuai dengan tuntutan
sekolah dan komunitas lokal yang dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tua
dan komunitas.
Perubahan paradigma pendidikan nasional
dari sentralisasi ke desentralisasi membawa implikasi politik yang sangat luas.
Walaupun di atas kertas dan dalam retorika penyampaiannya sarat dengan
semangat, nilai-nilai, kepentingan-kepentingan, dan tujuan politik. Apabila
aspek-aspek politik lebih mengedepankan ketimbang aspek-aspek pendidikan, maka
desentralisasi pendidikan hanya akan menjadi “dagelan politik” yang
tidak mengubah kinerja atau mutu pendidikan. Desentralisasi hanya akan menjadi
status de yure, bukan status de facto sistem pendidikan nasional.
Desentralisasi pendidikan yang saat ini
diterapkan dalam sistem pendidikan nasional cenderung mengambil bentuk
dekonsentrasi, bahwa pemerintah daerah hanya menjadi perpanjangan tangan
fungsi-fungsi manajemen milik pemerintah pusat. Berbagai keputusan fundamental
dalam bidang pendidikan dan nilai-nilai pendidikan tumbuh dan berkembang dalam
sistem pendidikan nasional adalah nilai-nilai pendidikan milik pemerintah
pusat, bukan milik pemerintah daerah.
Agar desentralisasi benar-benar menjadi
status de facto sistem pendidikan nasional, maka desentralisasi yang
diterapkan harus beralih dari dekonsentrantrasi ke delegasi atau devolusi.
Desentralisasi pendidikan di Indonesia juga memerlukan dukungan institusional.
Salah satu prinsip dasar desentralisasi adalah bekerjanya institusi-institusi
yang ada secara demokrasi dan telah tersedianya proses social dan politik yang
memungkinkan anggota masyarakat berperan lebih besar dalam pengambilan
kebijakan dan menuntut akuntabilitas institusi-institusi pendidikan yang ada di
tingkat daerah.
Dan harapan terbesar masyarakat
Indonesia adalah ketika segala sesuatunya berjalan sinergi antara masyarakat
bawah dengan para elite negara dan juga antara politik dan pendidikan, meskipun
politik dan pendidikan adalah suatu hal yang tak bisa dipisahkan dan selalu
seiring sejalan, jangan sampai memanfaatkan dunia pendidikan, dunia yang sarat
akan keilmuwan, dan di dunia pendidikan ini pula generasi muda akan di bentuk.
Jangan sampai karena kepentingan satu orang, terus menghancurkan generasi muda
yang ada yaitu generasi yang akan memimpin negara ini di masa yang akan datang.
G. Pendidikan
Dan Kepentingan Politik; Sekolah Sebagai Alat Politk
Orang Miskin Dilarang
Sekolah, Emoh Sekolah, dan judul buku semacamnya merukan potret kegelisahan public
melihat realitas sekolah yang semrawut, mahal, bersifat seperti bank, dan
menjadi alat kapitalisme global. Neokolonialisme telah hadir begitu dekat
dengan lembaga publik yang selama ini diagungkan. Pendidikan telah mengalami
proses formalisasi sekolah, dan hanya sekolah yang mendapatkan legitimasi
negara membuat semua warga “salah baca” terhadap pendidikan.
Pendidikan dimaknai
sekolah dengan batasan yang amat sempit. Tugas pendidik, ujian nasional,
pembangunan fisik, dan program pendidikan lainnya selalu dilekatkan pada
lembaga formal yang bernama “sekolah”. Nasib orang ditulis dalam secarik kerta
keramat yang kemudian dimaknai oleh pejabat yang berwenang yang didukung oleh
data dan sekaligus “data pendukung”. Data pendukung ini dibutuhkan karena
ijazah dianggap belum cukup, karenanya harus ada lembaran-lembaran kecil lain
yang bias mendukung ijazah ini laku atau tidak. Sekolah dengan desain politik seperti ini telah merebut kebebasan dan
kemanusiaan.
Sekolah bukan lagi
mengemban misi pendidikan tetapi lebih cenderung pada penyediaan lapangan
kerja, perdagangan ilmu, dan praktik kapitalisme dan kolonialisme baru. Tanpa
membedakan antara sekolah dan pendidikan secara global ada dua hal yang perlu
direnungkan:
1. Mengapa sekolah mahal, mengapa harus membeli buku setumpuk. Apa
tujuan dan bagaimana proses dan strategi pembelajarannya telah direncanakan
sehingga anak paham terhadap tujuan membeli dan membaca buku-buku tersebut.
Pertanyaan ini selalu saja tidak terjawab, yang membuat jiwa tertekan dan
merasa harga buku yang harus mereka beli menjadi lebih mahal dan menyesakkan
dada. Belum lagi kondisi pekerjaan, beban hidup, kondisi lingkungan yang rusak,
informasi yang terus mengalir bahwa ada orang-orang yang memanfaatkan proyek
pengadaan buku ajar dengan cara yang kurang ngajar. Apalagi dengan melihat
kebijakan pemerintah yang kurang berpihak pada pendidikan bangsanya.
2. Secara institusional, sekolah kita belum mampu membuat visi dan
orientasi yang berpihak kepada rakyat, akan tetapi berpihak pada kepentingan
investasi modal. Di sisi lain sekolah juga belum mampu mengaplikasikan strategi
pembelajaran dan pendidikan yang menyentuh wilayah “dalam” manusia agar peserta
didik memiliki kompetensi unggulan sehingga ia dapat berpartisipasi untuk
memajukan peradaban yang berkeadaban.
Jika sekolah masih
diposisikan sebagai alat politik, maka pendidikan politik bagi generasi muda di
negeri ini akan mengalami penurununan kualitas dan bahkan lebih drastis lagi.
Untuk mengatisipasi agar unsur keterpaksaan sekolah bias dinetralisasikan dari
pengaruh politik jahat, maka harus ada program pembebasan rakyat dari
keterpaksaan dalam menempuh pendidikan.
Sedangkan menurut Hari Sucahyo
dalam artikelnya Menelusuri Persepsi Politik dalam Pendidikan, bila pendidikan
telah terkooptasi sedemikian rupa dengan kebijakan politik, maka secara umum
tidaklah menguntungkan, karena dimungkinkan terjadinya pembusukan dari dalam
sebagai akibat penjinakan (domestikasi) dinamika pendidikan itu sendiri.
Kondisi ini semakin diperparah dengan tidak memadainya kualifikasi orang-orang
yang mengambil kebijakan, dalam arti mereka begitu minim pemahaman tentang
pendidikan, sehingga tak mampu menyelami hakikat dan masalah dunia pendidikan.
Oleh karena itu tidak aneh bila selama ini sektor pendidikan mereka jadikan
sekedar kuda tunggangan. Sebab yang ada dalam benak mereka hanyalah
kepentingan-kepentingan politik sesaat, seperti bagaimana mendapat sebanyak
mungkin simpati dari golongan mayoritas tertentu serta bagaimana dapat
menduduki kursi panas selama mungkin.
H. Kesimpulan
Pendidikan dan politik merupakan elmen
yang penting dalam subuah negara, hubungan antara pendidikan dan politik tak
bias dipisahkan dalam arti antara pendidikan dan politik saling berkait.
Pendidikan dalam hal ini memberikan
pengajaran atau mendidikkan pelaku atau tokoh politik, sedangkan polotik
posisinya sebagai pembuat sector kebijakan. Dalam hal ini pendidikan dan
politik seirama dalam menciptakan sebuah peradaban baru. Akan tetapi apa bila
politik dipegang oleh orang-orang yang tidak berkopenten tentu akan rusak,
demikian juga dengan pendidikan yang membutuhkan kebijakan demi kemajuan juga
akan kena dampaknya.
Daftar
Pustaka
Paulo Freire, 2000. Politik Pendidikan: Kebudayaan, kekuasaan,
dan Pembebasan, Terjemahan Agung Prihantoro dan Fuad Arief Furdiyartanto. Yogyakarta: Read dan Pustaka Pelajar.
_______Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta:LP3ES
Sirozi Muhammad, 2005, Agenda Setrategis Pendidikan Islam,
Yogyakarta: AK Group
Nata,
Abuddin. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama
___________.
2004. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
___________.2003. Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa.
Ramayulis. 2005. Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Kalam Mulia.
Tafsir, Ahmad. 1991. Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarrya.
Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir , 2006Ilmu
Pendidikan Islam , Jakarta : Kencana.
Karim Muhammad, 2009. Pendidikan Kritis Transformatif,
Yogyakarta : Ar-ruzz media.
Suhartono
Suparlan. 2006, Filsafat pendidikan,
Yogyakarta : Ar-ruzz media.
Rahman,
munawar Budhy. 2006, membaca Nurcholis
Madjid,Jakarta:LSAF .
PENDIDIKAN DAN POLITIK
Disusun Sebagai
Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan
Oleh :
Arif
Sugianto
NIM.
07110014

JURUSAN TARBIYAH
FAKULTAS AGAMA
ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
2010
10:05
Filsafat Pendidikan Inggris dan Islam
Rekonstruksi Nalar Filsafat Pendidikan Inggris dan
Islam
Abstraksi
Tiada kekayaan yang lebih Utama dari pada Akal , tiada kepapaan yang lebih menyedihkan dari pada kebodohan , dan tiada warisan yang palaing baik dari pada Pendidikan (Ali bin Abi Thalib).
Proses penciptaan Intelektual itu berlangsung lama, sulit, penuh dengan tantangan, melalui proses maju, mundur, bubar dan membentik kembali…(Antonio gramsci)
Epistimologi pendidikan di Inggris adalah hal yang menarik dengan adanya akulturasi Intelektual akibat pengaruh Revolusi prancis dan Revolusi Industri telah mengubah wajah peradaban Eropa menjadi peradaban yang maju. Hal ini tidak lain karena tokoh intelektualnya mengadakan revolusi pemikiran yang semula Dogmatis menjadi rasionalis.
Mulai abad kebangkitan di abad ke-16 telah terjadi disposisi filsafat pendidikan yang secara umum berhaluan Empirisme dan Rasionalisme, meskipun kedua ini salaing bertentangan tetapi menjadi filsafat pendidikan di Inggris. Kemudian muncul berbagai aliran akibat pergumulan dua paradigma tersebut yaitu Empirisme, Bahafiorisme (filosofis), empirisme (filosofis), empirisme biologis, pragmatisme, Instrumentalisme, eksperimentalisme, hidonisme piskologis, reinforcement, Relativisme Budaya, Demokrasi social, Subjektivisme Substansial, liberasionisme.
Filsafat pendidikan Islam dengan dasar Qur’an dan As-sunah dengan pendekatan rasional falsafi telah membawa peradaban maju, kemudian Hancur dan bangkit lagi. Dengan tokoh-tokohnya seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina,ibnu khaldun,al-Ghazali, ikhwan As-Sifa. Telah membawa pendidikan Keranah yang lebih nyata.
Abstraksi
Tiada kekayaan yang lebih Utama dari pada Akal , tiada kepapaan yang lebih menyedihkan dari pada kebodohan , dan tiada warisan yang palaing baik dari pada Pendidikan (Ali bin Abi Thalib).
Proses penciptaan Intelektual itu berlangsung lama, sulit, penuh dengan tantangan, melalui proses maju, mundur, bubar dan membentik kembali…(Antonio gramsci)
Epistimologi pendidikan di Inggris adalah hal yang menarik dengan adanya akulturasi Intelektual akibat pengaruh Revolusi prancis dan Revolusi Industri telah mengubah wajah peradaban Eropa menjadi peradaban yang maju. Hal ini tidak lain karena tokoh intelektualnya mengadakan revolusi pemikiran yang semula Dogmatis menjadi rasionalis.
Mulai abad kebangkitan di abad ke-16 telah terjadi disposisi filsafat pendidikan yang secara umum berhaluan Empirisme dan Rasionalisme, meskipun kedua ini salaing bertentangan tetapi menjadi filsafat pendidikan di Inggris. Kemudian muncul berbagai aliran akibat pergumulan dua paradigma tersebut yaitu Empirisme, Bahafiorisme (filosofis), empirisme (filosofis), empirisme biologis, pragmatisme, Instrumentalisme, eksperimentalisme, hidonisme piskologis, reinforcement, Relativisme Budaya, Demokrasi social, Subjektivisme Substansial, liberasionisme.
Filsafat pendidikan Islam dengan dasar Qur’an dan As-sunah dengan pendekatan rasional falsafi telah membawa peradaban maju, kemudian Hancur dan bangkit lagi. Dengan tokoh-tokohnya seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina,ibnu khaldun,al-Ghazali, ikhwan As-Sifa. Telah membawa pendidikan Keranah yang lebih nyata.
Kata kunci:
Epistimologi, Inggris,Rasionalisme, empirisme, pendidikan Islam
- Pendahuluan
Filsafat berasal dari kata arab yang berhubungan erat
dengan kata Yunani, bahkan memang asalnya dari kata Yunani yaitu, philosophia.
Dalam bahasa Yunani kata philosophia merupakan kata majemuk yang terdiri atas
philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan
karena itu lalu berusaha mencapai yang diinginkan itu; sophia artinya kebijakan
yang artinya pandai, pengertian yang mendalam. Definisinya, filsafat sebagai
sejenis pengetahuan yang berusaha mencari sebab sedalam-dalamnya dari segala
sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
Plato menyatakan bahwa filsafat ialah pengetahuan yang
berminat mencapai kebenaran asli, dan bagi Aristoteles filsafat adalah ilmu
yang mencari kebenaran pertama, segala yang maujud dan ilmu segala yang ada
yang menunjukkan adanya penggerak pertama
Bagi Al-Farabi filsafat adalah pengetahuan tentang alam
ujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Al-Kindi berpendapat filsafat merupakan
pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu, dan ini mengandung teologi
(al-rububiyah), ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat
Ibnu Sina mengaitkan filsafat dan kesempurnaan diri: filsafat adalah
penyempurnaan jiwa manusia melalui pengkonsepsian hal ihwal dan penimbangan
kebenaran-kebenaran teoritis dan praktis dalam batas-batas kemampuan manusia.
Dari berbagai keterangan di atas bisa dikatakan bahwa
"filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan
dan pemikiran manusia secara kritis, untuk mencari hakekat kebenaran sesuatu,
baik dalam logika, etika maupun metafisik. Untuk itu studi falsafi mutlak
diperlukan logika berpikir dan logika bahasa. Hal itu membuat filasafat menjadi
sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas
filsafat, yaitu spekulasi
- Perjalanan Nalar Epistimologi Pendidikan di Inggris (Eropa)
Mungkin ada benarnya apa yang telah dikatakan Francis
Fukuyama dalam buku kontroversional, The
End Of HistorY and The Last man (1992), bahwa sejarah telah berakhir karena demokrasi liberal barat telah mengunggguli komunisme yang ditandai
dengan runtuhnya uni soviet. Ini merupakan sejarah panjang pembentukan nalar
filsafat moderen di eropa khususnya di Inggris.
Perjalanan panjang menuju nalar moderen yang digagas
oleh dedengkot filosof Inggris untuk memajukan pendidikannya dapat ditelusuri
seperti dalam artikel “Modernity versus
postmodernity”, Jurgan Habermas menjelaskan istilah “moderen” adalah sebuah
istilah yang digunakan untuk menyebut era baru (New ege), yang
berfungsi untuk membedakan dengan masa lalu(the ancient).[1]
Artinya mederen itu tidak semata-mata hanya ditandai
dengan munculnya renaissance atau enlightenment[2]
tetapi itu yang memulai, di Negara Eropa
Prancis, Inggris, dan Jerman. Bertrand Russel mengungkapkan ada dua hal yang
terpenting yang menandai sejarah pendidikan modern di Inggris atau di Eropa,
yakni runtuhnya otoritas gereja dan menguatnya otoritas sains (rasional).[3]
Ada beberapa tesis yang bisa diambil untuk memahami peristiwa kemajuan
revolusi ilmiah di Inggris. Pertama, revolusi ilmiah selalu dikaitkan dengan
proses sekulerisasi atau tercabutnya kekuasaan agama dalam system social
politik yang memungkinkan sain lepas dari kungkungan institusi kungkungan agama.
Di Eropa demikian juga diInggris telah tercatat dalam sejarah pada Abad ke 16
dan 17, ketika itu era Renaissance, agama-sebagai institusi yang sangat
dominant dan hegemoni di eropa dikala itu-mengalami perubahan radikal dalam
posisinya sebagai pemegang otoritas
penuh segala bentukkebenaran.
Tetapi lepasnya sains dari otoritas agama tidak menjadikan indepindensi.[4]
Disisi lain , dalam hal
perkembangan pengetahuan sekuler dan
skeptisme[5]sudah
menjadi landasan tradisional ilmu pengetahuan , wancana ilmu pengetahuan yang
menjadi topic utama pada zaman kebangkitan
pendidikan Filsafat di Inggris dan secara umum dieropa. Pada abad ke-17 topik utama adalah persoalan epistimologi[6].
Pernyataan pokok
dalam bidang epistimologi adalah bagaimana manusia memeperoleh pengetahuan yang benar ?
serta apa yang dimaksud dengan “kebenaran itu”? untuk menjawab
pernyatan-pernyataan itu yang bercorak
epistimologi in, maka dalam filsafat zaman awal kemajuan inggris yakni pada
abad ke-17muncullah aliran filsafat yang memberikan jawaban berbeda, bahkan
saling bertentangan. Alirantersebut adalah aliran empirisme dan Rasionalisme
. Tetapi sebelum
membincang tentang dua aliran filsafat pendidikan tersebut perlu penulis
kemukakan ulasan teori yang dirangkum dalam jalur penalaran di eropa dalam
pandangan William bahwa nalar pendidikan di inggris didasari yang bernama
system pengetahuan rasional, empirisme dan positivisme.
William melanjutkan dan menguraikan dari dasar filosofis
epistimologis pendidikan di Inggris (Eropa)[7],
yaitu Empirisme, Bahafiorisme (filosofis), empirisme (filosofis), empirisme
biologis, pragmatisme, Instrumentalisme, eksperimentalisme, hidonisme piskologis, reinforcement, Relativisme
Budaya, Demokrasi social, Subjektivisme Substansial, liberasionisme, liberalisme pendidikan.
Kemudian Wiliam
mengungkapkan juga dalil-dalail pokok liberelisme pendidikan yang terjadi
diInggris :
- seluruh hasil kegiatan belajar adalah pengetahuan melalui pengamalan personal
- seluruh hasil kegiatan belajar bersifat subjektif dan selektif[8].
- Seluruh hasil kegiatan belajar beraakar pada keterlibatan pengertian indrawi[9] .
- Seluruh hasil –hasil belajar didaari oleh proses pemecahan masalah secara aktif dalam pola” coba benar-salah” atau (trial and eror)
- Cara belajar yang baik diatur oleh perintah-perintah eksperimantal yang bercirikan metode ilmiah
- Pengetahuan yang terbaik adalah yang paling selaras dengan (atau mungkin derdasarkan) pembuktian ilmiuah yang dianggap benar sebelumnya
- Kegiatan belajar diarahkan dan dikendalikan oleh konsekuensi –konsekuensi emosional dari perilaku
- Sifat-sifat hakiki dan isi pengetahuan social mengarahkan dan mengendalikan sifat-sifat haiki dan isi pengalaman personal
- Penyelidikan kritis yang mempunyai arti penting hanya bisa berlangsung dalam masyarakat yang demoratis dan memiliki komitmen terhadap ungkapan umum pemikiran dan perasaan individual.
Itulah dalil dalail yang ditawarkan William kala
berbicara pendidikan Di Inggris yang telah terkontaminasi oleh racun rasional.
Kembali pada perbincangan tentang filsafat
berepistimilogi rasional dan empirisme yang berpengaruh terhadap perkembangan
di Eropa tetapi ketika berbicara tentang epistimilogi mana yang dijadikan dasar
pendidikan di Inggris. Secara sepintas dua peradigma tadi rasionalisme dan
empirisme bangunan berfikirnya berbeda dan saling menjauh. Tetapi, dalam
epistimologi pendidikan di Inggris kedua paradigma tersebut secara kontinuitas
memberi pengaruh terhadap perjalanan pendidikan di Inggris[10].
Dalam hal ini Karim(2009) melihat landasan Epistimologi peradaban barat[11]
sebagai argument dalam menguraikan keterkaitan dua paradigma tersebut.
- Rasionalisme[12]
Ren’t Descrates[13]
adalah seorang filsof yang disinyalir sebadai pembuka gerbang moderen khususnya
diinggris dan umumnya di eropa. Ia adalah seoerang pertama yang memiliki
kapasias filosofi tinggi dan sangat dipengaruhi fisika dan astronomi baru[14]dia
sendiri tokoh rasionalisme ren’t deskrates (1595-1650)[15]
telah dianggap sebagai bapak rasionalisme moderen di inggris (barat)yang sampai
saat ini masih dijadikan landasan pembangunan peradaban. Julukan itu tidak
begitu berlebihan sebab sejak kelahiran Deskrates, kesadarannya betul-betul digumuli
dalam filsafat.
Pemikiran Deskrates yang kemudian terkenal dengan jargon “Co Gito Ergo sum” yang sering
didistilahkan dengan “metode kesangsian”yang digunakan untuk menemukan sebuah
kepastian[16].
- Empirisme.[17]
Empirisme dapat dikatakan sebagai doktrin yang meluas
dalam pola pendidikan di Inggris yang mengatakan bahwa seleuruh pengetahuan
harus dicarai dalam pengalaman yang berpandangan bahwa semua ide gagasan
merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami .
secara umum empirisme berlawanan dengan
Rasionalisme.
Tokoh yang
representative dalam gambaran relative aliran empirisme. David Hume (1711-1776)[18]ditangnnya
lah empirisme manjadi radikal dengan metode sekeptismenya.
Dalam pandangan , yang bisa diketahui
hanyalah persepsi dan bukanlah objek diluar diri kita, dalam duania pendidikan
, system control dan evaluasi jamak digunakan oleh para guru terhadap peserta didik adalah metode induksi
yaitu penilaian aktifitas danmemberlakukan secara universal terhadap seluruh
siswa dengan hanya melihat kebiasaan
mereka secara umum tanpa memeperhatikan
secara lebih dan keragaman karakter mereka.
Rasionalisem maupun Empirisme Sebagai Filsafat
fundamental yang mengarahkan gerak pendidikan di Inggris.
Rasionalisme
|
Empirisme
|
||
Tokoh
|
Pemikiran
|
Tokoh
|
Pemikiran
|
plato
|
Pengetahuan, Ide, kebenaran akan lahir Innate/a priori
|
aristoteles
|
Kebenaran lahir setelah abstraksi bersentuhan langsung dengan
objek dari Aposterotori ke Fenomena ke Abstraksi ke Objek
|
Arcesileus dan diogenes
|
Akibat masuknya hellenisme maka kedu tokoh ini dengan sekeptisisme
dan sinisnya tidak menawarkan tesei apa pun.
|
Epikurus dan Zeno
|
Meskipun dipengaruhi paham hellen namun masih menaruh harapan pada
ilmu pengetahuan sepanjang dapat
memberi penjelasan yang naturalistic
atas fenomena uyang dipercaya.
|
Ren’t Deskrates
|
Co gito ergo sum” metode kesangsian deskrates
|
Francis Bacon
|
Metode inklusi ; menarik kesimpilan dari umum ke khusus dari
pengamatan yang khusus
|
Baruch de Spinoza
|
Memandang antributif identik dengan alam semesta
|
Thomas hobes
|
Kenyataan akhir adalah kenyataan indrawi menurut Hobes tologi
bukan lah filsafat karena filsafat berbicara masalah lahiriah sehingga hanya
empat saja ilmu yang dianggap sah yaiti geometri, Fisika, Etik, dan Politik
|
GW Von Libniz
|
Ada bentuk substansi yang berbentuk monad, monad substansi yang bukan
kenyataan jasmani
|
David Hume
|
Substansi kumpulan persepsi sematakarena pikiran membuat
artifisisal semata
|
Jhon locke
|
Dengan bertolak pada pengalaman ide-ide yang terjadi melalui proses
pengindraan yang hasilnya disebut ide simplek
|
Demikian gambaran rancangan Epistimologi yang di jadikan dasar
pendidikan di Inggris.
- Rekonstruksi Filsafat Pendidikan Islam[21]
C.1. Hakikat Filsafat
pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah.
Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah.
Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha
mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif
terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti
mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha
menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan
bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa
Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti
pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada
kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher
yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi.[22]
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah
cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah
suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau
kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi
praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam
arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai
berbagai rumusan yang berbeda-beda.. Marimba[23],
misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si - terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba
menyebutkan ada lima
unsur utama dalam pendidikan[24],
yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan
yang dilakukan secara sadar. 2) Ada
pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada
yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan
tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui
lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang
pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia
dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari
akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di
akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur
cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur
masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk
mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.
Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para
peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan
pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran
Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah
pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur
hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai
agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal
telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang
ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat
kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan
jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan
dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan
seterusnya.
Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah Al
Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan demikian kami wahyukan
kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang
kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar
memberi petunjuk kepada jalan yang benar (QS.Asy-Syura: 52)”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min
yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat
kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya,
serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
- Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
- Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
- Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi
utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat
universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan
dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak
penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah
corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu.
Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan
waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini.
Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli
pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan
cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan
pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi,
dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat
yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu
sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko
yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus,
tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah
dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan
bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada
hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para
ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang
tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya
gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat
dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang
hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah
ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi,
mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang
sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas
mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju
tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir
sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan
(struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut
kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali
dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan
fungsi manusia :
- Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya
- Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
- Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan
membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta
memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa
Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai
masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an
dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para
filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan
Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran
Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika
sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C.3. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung
indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin
ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku
yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam.
Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus
menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti
memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh
(universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh
pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari
ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup
filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode,
dan lingkungan.
C.4 Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang
pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam
yaitu[26]
:
- Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
C.5. Tipologi
Pemikiran Filsafat pendidikan Islam
Dalam filsafat pendidikan Islam dalam Ibrahim[27]
mencermati ada empat model pemikiran Islam yaitu
Tipologi Pemikiran Islam
|
parameter
|
Ciri Pemikirannya
|
Fungsi Pendidikan
|
Madzab Salafi
|
|
a.
Menjawab konteks pendidikan
dg kontek salafi
b.
Memahani nas kembali pada
Salafi
c.
Mehama alkuran kurang
elaborasi
|
Melestarikan budaya salafi
|
Esrnsial madzabi
|
|
|
Mempertahankan tradisi lama
|
modernis
|
|
|
a.
Pengembangan ibndividu secara
maksimal
b.
Interaksi potensi dengan
kebutuhan lingkungan
c.
Rekonstruksipengalaman secara
terus-menerus
|
Esensialis konstektual Falsifikasi
|
|
Toleransi terhadap pemikiran pendidikan lain
|
Pengembangan potensi
|
C.6 Analisi
Filosofis tentang Metode Pendidikan Islam
Dalam kajian filsafat, ontologi, epistemologi, dan
aksiologi merupakan tiga sub sistem dari filsafat. Ontologi merupakan teori
tentang ”ada”, yaitu tentang apa hakikat sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi
objek pemikiran. Epistemologi merupakan teori pengetahuan, yaitu membahas
tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin
dipikirkan. Sementara aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas
tentang manfaat, kegunaan atau fungsi dari objek yang dipikirkan. Dengan
gambaran sederhana dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang perlu dipikirkan
(ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannya (epistemologi), kemudian timbul
hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi).
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan
Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat
pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al
Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan
bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat
tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang
masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus
dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al
Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li
Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al
muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif
metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan
logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa
ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas
harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut.
Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan
teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena
tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan
digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
Kesimpulan
Inggris sejak terjadinnya proses pembaharuan telah
mengangkat Negara tersebut menjadi nagara yang maju, hal ini tidak lain karena
filsafat pendidikannya yang mendasari kemajuan itu.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist
yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan
jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang
pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis
Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan
para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna
membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna
tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti
Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang
dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal
prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
DAFTAR PUSTAKA
Prasetya, 2000. Filsafat
Pendidikan, Pustaka Setia:Bandung.
Titus, Smith, Nolan.1996. Persoalan-persoalan
Filsafat, Bulan Bintang: Jakarta.
Ali Saifullah .1998 Antara
Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional: Surabaya
Zuhairini..1995. Filsafat
Pendidikan Islam, Bumi Aksara: Jakarta.
Abuddin Nata, 1995 .Filsafat
Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu; Jakarta
Ahmad Tafsir,2008.Filsafat
Umum Akal dan Hati sejak Thales sampai Capra, RemajaRosdakarya ;Bandung.
________________,2006. Filsafat
pendidikan Islam,Rosdakarya:Bandung
Suhartono suparlan.2006.Filsafat
Pendidikan, Ar-Ruzz Media ; Yogyakarta.
O’neil Wiliam.intan Omi
(terj).2001. Idologi-ideologi pendidikan, Pustaka
pelajar :Yogyakarta
Azra azumardi, 1998. esai-esai Intelektual
Muslim pendidikan Islam, Logos; Ciputat
Rahardja Mudjia,2006, Quo
vadis pendidikan Islam,UINPress;Malang
[1] Ali maskum dan luluk Yunan. Paradigma pendidikan Universal (Yogyakarta: Ericisod,2004), hal 24
[2] Ranaissence atau enlightenment ditandai dengan pertama, zaman
ketika ilmu-ilmu dan teknologi
berkembang , kedua munculnya gerakan –gerakan intelektual yang kritis terhadapp
mitos , metafisika,tradisi, otoritas, dogmatisme dan seterusnya
[3] Bartrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, terj Sigit jatmiko(Dkk) (Yogyakarta : pustaka pelajar, 2002), hal. 645
[4] Yasid, sains dan Islam
[5] Sekuler : sebuah pemikiran
yang dimulai dari kritik
kebebasan terhadap otoritarianisme gereja (symbol agama) di eropa
(Inggris), tetapi kemudian terlanjur
dengan pemisahan dan distorsi hingga menjadi biner oposisi.
[6] Epistimologi : hal atau katalis
yang membicarakan sumber
pengetahuan dan bagai mana cara memperolehnya, misalkan pembahasan
rasionalisme, empirisme, positivisme,dll.
[7] Dari uraian ini kiat akan melihat bahwa gelombang perkembangan
pendidikan di Inggris pada umumnya dipengaruhi oleh semangat positivisme yang
rasional, empirisme dan positivtikdengan pendekatan saintifik dan jauhnya semangat intuisi keagamaan.
[8] Istilah personal”,”subjektif”,”selektif” istilah ini akan mewakili
kebebasan individu yang banyakmuncul
dengan filsafat moderen yang Rasional(Co gito ergo sum), sedangkan istilah “
selektif” mewakili kompodsisi individu yang akan melahirjkan penegasan akan diri dan panegasan yang lain,
sebuah rasio yang kehilangan sisi humanitasnya.
[9] Selain rasio indrawi jug amenjadi alat alat kepercayaanuntuk
mendefisinikan suatu kebenaran, indrawi merupakan turunan dari aliran filsafat
empirisme yang merupakan lawan dari Rasionalisme
[10] Muhammad karim, pendidikan kritis transformative, (Yogyakarta: Ar-Ruzz media, 2009)
[12] Rasionalisme sebuah paradigma yang mempercayai adanya ide-ide
bawaan yang bersifat substansi rasio
yang mendefisisnikan dan memformulasikan
kebenaran.
[13] Ren’t Deskrates Filosof kebangsaan inggris, ayahnya adalah seorang ketua parlemen inggris yang memeiliki tangah
yang cukup luas . ia adalah anak yang cukup cerdik, seorang pembisnis , tentara
dalam bukunya Sejarah filsafat barat , terj Sigit jatmiko dkk.(Yogyakarta;pustaka pelajar,2002), hal.732.
[14] Dudi Hariman, Filsafat moderen, (Jakarta;Gramedia pustaka,2004),hal.37
[15] ejarah filsafat barat , terj Sigit jatmiko dkk.(Yogyakarta;pustaka
pelajar,2002), hal.733
[16] Sedang dalam islam Al-Ghazali mempunyai “metode keraguan Ghazali”
yang sering mnengatakan “ keraguanlah yang mengantarkan pada kebenaran,
barangsiapa yang tidak bisa maju maka dia tidak memandang, barang siap[a tidak
pernak memandang berarti dai tidak pernah melihat , maka ia tetap dalam
kebutaan dan kesesatan.
[17] Sebuah paradigma keilmuan yang memposisikan fakta yang terlihat
sebagai paliang substansi dari substansi-substansi yang lain dalam mendevisinikan kebenaran.
[18] Hume adalah filosof kebangsaaan Inggris. Ia adalah seorang yang
paling terkemuka dikalangan filsuf karena dia mengembangkan filsafat empirisme
Locke dan Berkeley menjadi konklusi logis dan
menjadikan luar biasa lantaran
membuatnya konsisten, untuk lebih bisa memahami kehidupan Humle baca Sejarah
filsafat barat , terj Sigit jatmiko dkk.(Yogyakarta;pustaka
pelajar,2002).
[19] Muhammad karim, pendidikan kritis transfor matif(Yogyakarta;Ar-Ruzzz
Media, 2009)hal 40.
[20] Faqih Mansur, Idologi dalam pendidikan” (sebuah pengantar dalam
buku Ideologi-ideologi pendidikan), Yogyakarta:
Pustaka pelajar.
[21] Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, (Bulan Bintang,
Jakarta, 1990) hal 37
[22] Ibid hal 59.
[23] Dalam Abuddin Nata Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Logos Wacana
Ilmu, 1997)hal 12.
[24] Ibid hal 43.
[25] Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam,(Logos Wacana Ilmu,
Jakarta, 1997) hal 45.
[26]Mohammad Athiyah abrosyi dalam
At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha